TOTABUAN.CO BOLMONG —Kehadiran PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM) di Kecamatan Lolayan kembali menuai sorotan. Alih-alih membawa manfaat bagi masyarakat sekitar, desa-desa lingkar tambang justru masih bergulat dengan kasus stunting. Data resmi mencatat, Kecamatan Lolayan kini menempati posisi tertinggi angka stunting dari 15 kecamatan di Kabupaten Bolmong.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PP dan KB) Bolmong mengungkapkan, terdapat 7 kasus stunting di Kecamatan Lolayan. Rinciannya: Desa Tanoyan Selatan (1 kasus), Matali Baru (1), Mopusi (1), Mopait (1), Kopandakan II (2), dan Tapa’aog (1).
“Berdasarkan data yang didapat, Desa Tanoyan Selatan dan Desa Matali Baru masih terdapat kasus stunting,” ujar Kadis PP dan KB Bolmong, Yulin Papuling.
Masih ditemukannya kasus stunting di desa lingkar tambang, menjadi tamparan bagi PT JRBM. Program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang selama ini dijalankan dinilai belum menyentuh akar persoalan. Bantuan sesaat berupa susu atau makanan tambahan tidak cukup menekan angka stunting tanpa strategi jangka panjang.
Anggota DPRD Bolmong, Supandry Damogalad, menegaskan perusahaan tambang tidak boleh menutup mata.
“Bukan hanya soal pemberian susu dan makanan tambahan, tetapi bagaimana sikap perusahaan dalam melakukan pencegahan. Itu yang lebih penting,” tegasnya.
Peran PT JRBM bukan sekadar moral, tetapi juga kewajiban hukum. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1824 K/30/MEM/2018, setiap usaha pertambangan wajib melaksanakan program pemberdayaan masyarakat melalui CSR.
Supandri menjelaskan, ada delapan pilar yang harus dipenuhi perusahan tambang. Mulai dari pendidikan, kesehatan, kemandirian ekonomi, pendapatan riil, lingkungan, kelembagaan, komunitas hingga infrastruktur penunjang. Artinya, kesehatan termasuk pencegahan stunting adalah tanggung jawab yang melekat pada PT JRBM.
“CSR tidak boleh berhenti pada seremoni, melainkan harus dijalankan secara etis, berkelanjutan, dan memberi dampak nyata bagi masyarakat lingkar tambang,” kata politisi PKB ini.
Kasus stunting di lingkar tambang menjadi peringatan keras. Jika PT JRBM hanya mengeruk hasil bumi tanpa memperhatikan kesehatan masyarakat, keberadaannya akan terus dipandang sebagai beban sosial.
Supandri menegaskan, langkah nyata yang harus dilakukan perusahaan, yakni dengan melakukan koordinas dengan pemerintah daerah. Dengan melakukan edukasi gizi bagi ibu hamil dan keluarga, peningkatan akses layanan kesehatan, pemberdayaan ekonomi keluarga untuk pemenuhan gizi anak. Selain itu program pencegahan stunting yang berkelanjutan.
“Jika langkah-langkah itu tidak segera diambil, PT JRBM akan sulit membantah anggapan publik bahwa kehadirannya hanya membawa keuntungan sepihak, sementara masyarakat sekitar tetap terjebak dalam persoalan mendasar,” tegasnya. (*)