TOTABUAN.CO BOLMONG — Pemerintah Bolaang Mongondow (Bolmong) tidak mau ambil resiko terkait dengan bahaya limbah. Di mana dengan memiliki potensi pertambangan yang cukup besar, niliai rawan terjadi pencemaran lingkungan.
Bukan sedikit lokasi pengolahan tambang di Bolmong. Bahkan pengolahan tambang yang berada di pemukiman warga juga patut diawasi. Jika dibiarkan, bisa terjadi pencemaran lingkungan yang berdampak pada kesehatan masyarakat.
“Kondisinya seperti itu harus waspadai agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Pencemaran lingkungan harus dihindari,” kata Wakil Bupati Bolmong, Yanny Ronny Tuuk.
Ia juga menegaskan, pengawasan terhadap aktivitas pertambangan harus diperketat oleh semua kalangan terutama Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben).
“Pengawasan ketat harus fokus untuk mencegah bahaya limbah pertambangan terhadap masyarakat. Langkah- langkah pencegahan bisa dilakukan dan caranya banyak, termasuk pengurusan izin perusahaan diproteksi terhadap ancaman pencemaran,” kata Yanny.
Diketahui, pengolahan tambang emas di Bolmong diperkirakan mencapai 10.794,99 hektare (Ha).. Jatah lahan emas tersebut terbagi untuk tujuh perusahaan. Diantaranya: PT JRBM, PT Arafura Mandiri Semangat (AMS) PT Fadilla Maila Azima (FMA), PT Monumen Energi Nusantara.
Pihak perusahan wajib melaporkan pembuangan limbah dan pengeloaan pertambangan. Jika kita anggap membahayakan masyarakat, atau potensi pencemaran lingkungan lebih besar, tidak dikeluarkan izinnya,” ujar Kepala Distamben Bolmong, Kartina Mokoginta.
Di Bolmong wilayah yang menjadi incaran perusahan tambang yakni Kecamatan Poigar, Lolayan, Dumoga Raya dan Lolak. Menurut Kartina, pihak pemerintah sangat terbuka dengan masuknya investasi di Bolmong. Sebab dengan masuknya investasi dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan membantu pemerintah dalam pembangunan.
Namun umumnya, pengoperasian pertambangan tersebut tak semulus seperti yang diharapkan. Bahkan beberapa diantaranya mendapatkan penolakan besar-besaran dari masyarakat. (Mg3)