TOTABUAN.CO BOLMONG – Pengelolaan dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) yang dikucurkan pemerintah pusat, dinilai belum sepenuhnya dikelolah secara profesional oleh para kepala desa.
Begitu pula dengan tugas dan fungsi para oknum tenaga ahli dan oknum pendamping desa, yang sebetulnya punya tangungjawab untuk mengawasi, malah masih ditemukan gagap dan tidak paham tugas dan fungsi mereka .
Terbukti dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulut, Sembilan puluh kepala desa di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), harus mengembalikan puluhan hingga ratusan juta rupiah. Rekomendasi untuk dikembalikan, setelah BPK menemukan ketidakberesan dalam pengelolaan dana desa dibidang infrastruktur (fisik).
“Hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Sulut, ditemukan puluhan kepala desa di Bolmong harus mengembalikan dana puluhan hingga ratusan juta. Sebagian besar ditemukan dibidang infrastruktur,” ujar Ketua LSM Swara Bogani Rafiq Mokodongan.
Dia mengatakan, TGR yang menjadi temuan BPK RI, menjadi bukti jika para tenaga ahli dan pendamping desa tidak memiliki sumber daya yang mumpuni dalam bidang pemberdayaan masyarakat serta dibidang infrastruktur fisik.
Berlapis petugas yang dilibatkan untuk mengawasi program dan pengelolaan dana desa. Mulai tenaga ahli, pendamping kecamatan hingga pendamping lokal, namun belum menjawab tentang tujuan dari program tersebut. Salah satunya indikator adalah, tidak adanya sumber daya yang mumpuni yang dimiliki petugas dalam menjalankan fungsi pengawasan.
Rafiq menjelaskan, pendamping desa teknik infrasturktur (PDTI) mempunyai tugas pokok dan fungsi mendampingi desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa bidang inftrastruktur dasar. Selain itu mempunyai tugas peningkatan kapasitas kader desa teknis, fasilitasi pembangunan yang berskala lokal desa hingga turun melakukan pengawasan.
Kendati tidak membeberkan nama desa, akan tetapi lanjutnya, bukti pengembalian dana terlihat dalam setoran melalui Bank BNI dan surat rekomendasi Inspektorat Bolmong terkait lunas TGR.
Dia menduga, terjadi pembiaran bahkan indikasi “main mata” antara oknum petugas dan oknum kepala desa untuk meloloskan kegiatan fisik.
Sebelumnya Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Bolmong Rio Lombone menegaskan, sebelum pencairan dana desa, terlebih dahulu meminta bukti setoran surat lunas TGR.
Menurut Rio, kebijakan tegas itu diambil sebagai tindaklanjut intruksi Bupati Bolmong Yasti Soepredjo Mokoagow yang meminta BKD untuk selektif sebelum mencairkan dana desa, salah satunya adalah bebas TGR.
“Harus lunas TGR dulu baru bisa ajukan permintaan pembayaran dana desa. Caranya, kades membayar di bank yang ditunjuk kemudian menunjukkan bukti pembayaran baru kami proses,” kata Rio beberapa waktu lalu.
Data dari Inspektorat Bolmong, sedikitnya 90 kepala desa di Bolmong terjerat TGR akibat salah kelola dana desa. Para kepala desa petahana yang maju kembali di PIlkades serentak wajib melunasi TGR sebagai syarat untuk ikut mencalonkan diri. (*)
maaf informasi pemberitaan ini dapatnya dari mana?
ada berapa hal yg keliru.
1. terkait pemeriksaan BPK RI. bolmong November tahun 2019 belum terjadwalkan. pemeriksaan baru sampai di i spektorat daerah.
2. adapun TGR oleh desa secara umum merupakan temuan yg wajar, karena berkaitan dengan hal-hal sbb:
– masih adanya kegiatan dana tahap 2 yg belum terlaksana
– terjadinya kekeliruan yg wajar dalam pengadministrasian pertanggungjawaban (SPJ)
– kegiatan ini dilaksanakan secara padat karya tunai (swakelolah) oleh masyarakat desa itu sendiri, sehingga adapun temuan terkait kekurangan volume kegiatan, itu bukan unsur kesengajaan dari TPK atau Pendamping desa, namun karna masih kurangnya pemahaman teknis pekerja (masyarakat) yg terlibat dalam kerja sehingga mengakibatkan hal demikian terjadi.
3. pendamping desa.
pendamping desa sudah melaksanakan kegiatan sebagaimana fungsinya.
mendampingi, mengawasi, melaksanakan sertifikasi, monef secara rutin terkait penggunaan dana desa baik pembangunan desa maupun pemberdayaan..
dalam konteks P3MD ada kegiatan lain juga yg wajib kita laksanakan diluar dari proses yg saya sebutkan diatas yakni memenuhi permintaan data secara berjenjang …. dari konsultan nasipnal-konsultan provinsi-tenaga ahli kabupaten-pendamping desa kecamatan-pendamping lokal desa.
apa saja data yg dimintakan antar lain:
1. pemenuhan data IDM indeks desa membangun.
2. pemenuhan data Konvergensi stuntting.
3. pemenuhan data profil desa.
4. pemenuhan data lembaga desa
5. mendampingi/fasilitasi Tim inovasi desa untuk pelaksanaan progres kegiatan inovasi desa.
6.mendampingi kader posyandu desa untuk pemenuhan kegiatan PSDM (peningkatan sumber daya manusia)
6. mendampingi pemerintah kecamatan dalam pelaporan ke pemerintah kabupaten
8. membantu pemerintah kecamatan dalam proses ferifikasi berkas dokumen-dokumen desa
dan masih banyak lagi kegiatan pendamping desa diluar dari proses pendampingan dan pengawasan.
jadi adapun kekurangan dari kinerja pendamping desa bukan berarti pendamping tidak memiliki kapasitas yg mumpini..
tapi karena terlalu banyaknya tugas pendamping desa diluar proses pendampingan yg wajib dipenuhi.
intinya bahwa hasil pemeriksaan inspektort yg dilaksanakan hari ini dan masih terjadwal dsri desa satu ke desa yg lain cukup baik. belum ada kekurangan ataupun hasil temuan yg fatal terkait terdapatnya penggunaan dana desa secara fiktif atau adanya main mata antara pelaku dalam hal ini sangadi, PTPKD, TPK dan pendamping desa.
semuanya masih dalam tataran yg wajar.
dega natua…