TOTABUAN.CO BOLMONG– Perjuangan warga Desa Tiberias Kecamatan Poigar Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) untuk melakukan perlawanan pihak PT Melisa Sejahterah terus dilakukan. Dimana lahan yang selama ini diduduki warga, diduga rusak akibat pengelolaan PT Melisa Sejahterah.
Konflik antara warga Desa Tiberias dengan pihak perusahan terus terjadi. Abner Patras koordinator warga menuturkan, sebelum izin perusahaan terbit sekitar September dan Oktober tahun 2015 lalu, PT Melisa sudah melakukan pengerjaan, namun sudah merusak tanaman warga bahkan mencemari lingkungan dengan aktivitas penggalian saluran.
“Bahkan ada warga nyaris tewas karena masuk lubang yang digali perusahaan itu,” beber Abner koordinator aksi penolakan saat pertemuan di Balai Desa Rabu (10/8).
Abner menjelaskan, akibat kegiatan perusahaan itu, air laut masuk dan mencemari sumur masyarakat dan menggenangi puluhan rumah. Penggalian yang mereka lakukan sudah mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan, ujar Abner.
Menariknya kata Abner, sikap perlawanan warga Tiberias justru dilaporkan pihak perusahaan di Polsek Poigar.
“Kami dikenakan pasal perusakan dan penyerobotan. Kami melapor balik dengan aduan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan sebanyak dua kali tapi tidak diterima,” beber Abner.
Abner menuturkan, perwakilan pihak perusahaan yang bernama David, sempat mengatakan, bahwa tanah yang akan mereka kelola, bukan tanah negara, tapi tanah milik perusahaan.
“Kami ada rekamanya. Ini bentuk perlawanan terhadap NKRI, mereka tidak mengakui ada tanah negara,” tutur Abner.
Administrasi milik pihak perusahaan yang dikeluarkan Pemda Bolmong, dinilai cacat hukum dan tidak sah karena menggunakan undang undang perkebunan yang sudah dicabut.
“Kenapa BLH berikan ijin sementara ada kerusakan lingkungan dan pencemaran. Pemerintah selaku penerbit ijin, harus tegas. Jangan tajam kebawah tumpul ke atas. Ada manipulasi data dukungan masyarakat terhadap perusahaan karena ijin kegiatan keluar dengan menggunakan persetujuan masyarakat. Padahal masyarakat tidak pernah setuju,” katanya.
Ijin yang dikeluarkan Pemda Bolmong pada tahun 2015, tidak ada nomor, tidak dicantumkan tanggal dan bulan, namun dibubuhi tandatangan Bupati Hi Salihi Mokodongan.
“Tidak ada nomor, tanggal dan bulan. Surat ijin cacat hukum kemudian mereka gunakan menindas masyarakat,” kata Abner menjelaskan. (Mg3)