TOTABUAN.CO BOLMONG —Tak ada yang lebih menggetarkan hati seorang istri selain melihat suaminya berdiri gagah, mengenakan toga, melangkah mantap menuju panggung wisuda. Bukan hanya karena gelar yang diraih, tapi karena ia tahu betul, betapa banyak pengorbanan yang telah dilakukan untuk sampai di titik itu.
Di tengah lautan mahasiswa dan keluarga yang bersuka cita di Auditorium Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado Kamis 21 Agustus 2025, satu momen terasa begitu istimewa bagi Kalsum Alhabsyi.
Ia duduk tenang, mengenakan kebaya ungu yang anggun dan jilbab yang serasi. Tapi di balik senyum lembutnya, tersimpan lautan rasa haru. Hari itu, suaminya Yusra Alhabsyi, Bupati Bolaang Mongondow diwisuda sebagai Magister Sains (M.Si).
“Sebagai istri, tentu saya bangga. Tapi lebih dari itu, saya tahu betul perjuangannya. Di balik jabatan, di balik semua kesibukan sebagai kepala daerah, ia masih menyempatkan diri untuk belajar. Itu bukan hal yang mudah,” ujar Kalsum dengan mata berkaca-kaca.
Kalsum bukan hanya seorang istri pejabat. Ia adalah saksi hidup perjalanan Yusra sejak dari bawah. Ia tahu rasanya mendampingi suami saat belum memiliki apa-apa. Ia tahu bagaimana rasanya menahan lelah, menekan ego, dan tetap tersenyum meski beban di pundak begitu berat.
“Suami saya bukan orang sempurna. Tapi ia tak pernah berhenti belajar. Dan saya merasa, tugas saya sebagai istri adalah menjadi tempatnya kembali menjadi rumah, menjadi semangat,” tuturnya lirih.
Bagi Kalsum, peran istri bukan sekadar mendampingi dalam gemerlap sorotan, tapi juga berdiri kokoh saat sorotan itu redup. Di balik pintu rumah yang tertutup, di situlah doa-doa terpanjat. Di situlah tangis ditahan, dan kekuatan dibangun.
Tak hanya mendampingi suami, Kalsum juga adalah ibu. Ia memastikan anak-anak tumbuh dengan nilai, akhlak, dan pemahaman yang kuat tentang dunia yang terus berubah.
“Saya ingin anak-anak tahu, bahwa pendidikan itu penting. Tapi lebih dari itu, karakter adalah segalanya,” ucapnya.
Baginya, seorang ibu adalah fondasi. “Ibu adalah tiang pertama dalam rumah. Kalau rapuh, keluarga ikut goyah. Maka saya harus kuat, meski kadang ingin menangis juga.”
Tak hanya itu, Kalsum juga memegang amanah sebagai Ketua TP PKK Bolmong. Ia turun langsung ke masyarakat, menyapa perempuan-perempuan desa, mendengar keluhan ibu-ibu, dan terus menggerakkan kegiatan pemberdayaan.
“Saya ingin perempuan di Bolmong punya suara, punya daya. Karena saya tahu rasanya berada di bawah. Dan saya percaya, perempuan bisa jadi penopang perubahan,” katanya tegas.
Hari itu, saat nama Yusra Alhabsyi dipanggil ke atas panggung, Kalsum tak kuasa membendung air mata. Dalam diam, ia bersyukur. Bukan karena gelar yang diraih suaminya, tapi karena ia tahu, perjalanan itu tidak mudah. Ada malam-malam panjang, ada pagi-pagi dengan segudang urusan rakyat, dan di sela-sela itu, masih ada ruang yang Yusra sisihkan untuk ilmu.
“Alhamdulillah, semua ini bukan hanya karena kerja keras suami saya. Tapi juga berkat doa keluarga, dukungan sahabat, dan tentu saja, doa dari rakyat Bolmong,” ungkapnya dengan penuh rasa syukur.
Kalsum Alhabsyi adalah bukti bahwa di balik laki-laki hebat, ada perempuan yang tidak hanya mendampingi tapi juga menjadi akar dari setiap langkahnya. Perempuan yang tak meminta sorotan, tapi selalu hadir di balik layar, menjaga agar panggung itu tetap berdiri. (*)