TOTABUAN.CO BOLMONG – Pro dan kontra warga Desa Ayong Kecamatan Sangtombolang menanggapi rencana pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Sangtombolang, akhirnya ditengahi DPRD Bolaang Mongondow (Bolmong) Rabu (13/1/2015). DPRD mengundang pihak terkait termasuk dua kelompok warga yang berbeda pandangan. Ketua DPRD Welty Komaling, mengatakan rapat dengar pendapat itu sengaja dilakukan pihaknya dengan menyurati Bupati Salihi Mokodongan, agar menghadirkan seluruh pihak terkait.
“Ini kita lakukan agar pro kontra segera berakhir karena belakangan muncul berbagai isu menyesatkan yang dampaknya bakal merusak tatanan bermasyarakat,” kata Welty, saat membuka rapat.
Menurutnya, kondisi yang terjadi di desa itu sangat ironi. Betapa tidak, rencana pembangunan SMKN yang dananya bersumber dari pemerintah pusat, justru ditentang oleh oknum pemerintah desa dan sejumlah pegawai negeri sipil (PNS).
“Ini adalah undangan kedua yang kita layangkan. Sebab, undangan hearing Senin lalu, hanya dihadiri beberapa orang saja,” katanya.
Kepala Desa Ayong Jibral Van Gobel mengakui jika ia ikut menandatangani surat penolakan bersama warga lainnya karena termakan isu bahwa sekolah itu dibangun oleh yayasan tertentu.
“Namun, saya menyesal atas kehilafan itu. Saya tidak berkordinasi dengan atasan saya di Pemkab. Saat ini saya menyatakan mendukung pembangunan sekolah tersebut,” ujarnya.
Perwakilan warga yang menolak pembangunan sekolah tersebut, Jamal Dodego, mengatakan motivasi penolakan pihaknya karena menginginkan pemerataan fasilitas pendidikan.
“Di Desa Ayong sudah ada Madrasah Aliyah (MA). Sementara, di wilayah lain di Sangtombolang belum ada sekolah. Makanya, kami minta agar SMKN itu dibangun di desa lain di Kecamatan Sangtombolang,” katanya.
Jamal yang juga menjabat Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menambahkan, selain itu, mereka mengiginkan adanya transparansi dalam rencana pembangunan sekolah itu.
“Sebab, saat tujuh dari Sembilan personel BPD yang menemui Kades, Kades mengaku belum mengantongi sehelai kertas pun dalam rencana pembangunan SMKN,” katanya.
Soal isu menyesatkan yang muncul, ia mengaku tidak tahu menahu. “Soal isu sesat, tergantung siapa yang menangkap dan memainkan itu. Yang pasti, saya tidak tahu. Silahkan polisi memproses lanjut penyebar isu itu,” ujarnya.
Rahmat Aldaus, perwakilan warga yang mendukung pembangunan SMKN menyatakan jika keputusan terakhir lokasi pembangunan sekolah dipindahkan dari desa mereka, maka mereka akan menduduki gedung DPRD. “Semua pihak terkait harus ingat itu,” katanya.
Wakil Ketua DPRD Kamran Muchtar, menegaskan kepada Asisten Hukum dan Pemerintahan Pemkab Chris Kamasaan, yang hadir dalam pertemuan itu agar perencanaan pendidikan yang merata wajib dilakukan Pemkab.
“Jangan ketika anggaran sudah ada baru kemudian asal menunjuk lokasi. Harus ada perencanaan. Jika tidak, isu yang menguji rasa kebangsaan kita akan terus muncul. Harus ada keseimbangan, supaya yang miskin terentaskan, yang tidak terdidik jadi terdidik. Itu esensi dari pembangunan,” ujarnya. (Has)