TOTABUAN.CO BOLMONG—Pasca dilantik menjadi angota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) hingga kini 30 anggota DPRD belum pernah melaksanakan kegiatan reses. Padahal dana untuk kegiatan tersebut sudah dianggarkan Rp477 juta. Lantas dana penggunaan reses itu dikemanakan.
Hingga sejak akhir tahun 2014 hingga sepanjang tahun 2015, para anggota DPRD Bolmong belum melaksanakan reses. Informasi yang didapat, pimpinan dan anggota DPRD periode 2009-2014 lalu, hanya melakukan satu kali kegiatan reses, yakni pada Januari-April 2014, dengan anggaran berkisar sampai Rp477 juta melalui SP2D pada tanggal 27 Maret 2014.
Namun pada agenda reses kedua yakni pada bulan Mei-Agustus justru sudah tidak dilaksanakan. Menurut sumber, agenda reses kedua tersebut sudah tidak dilaksanakan karena saat itu menjelang pemilihan umum legislatif untuk periode tahun 2014-2019, kata sumber resmi.
Dia menambahkan, untuk sekali reses, dana yang tersedia mencapai Rp442juta, dengan perhitungan setiap anggota mendapat dana sebesar Rp12,5 juta sudah termasuk potong pajak.
“Tiap tahun ada anggaranya,” tambah sumber lagi.
Untuk selanjutnya, agenda reses ketiga ditahun 2014, yakni bulan September-Desember tahun 2014, juga tidak dilaksanakan, saat itu 30 anggota DPRD periode 2014-2019 sudah dilantik. Jika ditotal selama lima kali agenda reses (tahun 2014 dan 2015), tidak dilaksanakan reses DPRD Bolmong. Diketahui juga kegiatan dan dana tersebut menjai temuan dari pihak BPK yang melaksanakan audit waktu lalu.
Salah satu aktivis pemudah BMR Eko Paputungan mengatakan, reses merupakan bentuk kegiatan untuk menyerap aspirasi warga.
Menurutnya, kegiatan reses adalah bentuk pertanggungjawaban moral oleh para anggota DPRD kepada masyarakat.
“Karena dalam kegiatan reses ini, anggota DPRD dapat menyerap aspirasi dan masukan dari masyarakat secara langsung. Selain itu, anggaranya juga ada dan ditata dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) setiap tahun berjalan,” kata Eko.
Bahkan kata Eko, jika reses tidak dilaksanakan, maka dananya seharusnya menjadi Silpa.
“Tinggal ditelusuri dananya digeser pada kegiatan apa. Dan apakah proses pergeseran itu tidak menyalahi peraturan dan perundangan yang berlaku. Itu saja yang kita lihat, karena bicara reses adalah bicara pertanggungjawaban moral kepada masyarakat dan bicara pertanggungjawaban penggunaan anggaranya,” kata Eko. (Has)