TOTABUAN.CO BOLMONG— Kekerasan terhadap perempuan kembali terjadi, kali ini diduga melibatkan istri dari seorang oknum anggota Polri. Seorang perempuan berinisial NL (19), warga Desa Labuan Uki, Kecamatan Lolak, melaporkan telah menjadi korban penganiayaan fisik dan psikis oleh seorang perempuan berinisial GL, yang disebut-sebut sebagai istri seorang polisi aktif.
Peristiwa itu terjadi di sebuah warung makan di Desa Labuan Uki Kecamatan Lolak. Tanpa dugaan sebelumnya, NL diserang di tempat umum. Ia ditampar, dijambak, hingga rambutnya digunting secara paksa menggunakan gunting cukur.
Dalam keterangannya kepada media, NL menjelaskan bahwa sebelum kejadian, ia diajak oleh seorang perempuan lain berinisial VTG alias Vita. NL mengaku tidak menaruh curiga karena tidak merasa memiliki masalah dengan siapa pun.
“Vita ajak saya ke warung, katanya cuma mau duduk sebentar. Tapi setelah saya tunggu hampir satu jam, datang GL naik mobil pickup. Saya tidak sangka sama sekali, ternyata dia langsung menyerang saya,” ujar NL.
GL disebut langsung memanggil korban, lalu tanpa banyak bicara, menampar wajah NL dan menggenggam rambutnya sambil membawa gunting di tangan satunya.
“Saya ditampar, rambut saya langsung digunting. Saya jatuh dan tidak bisa melawan. Itu dilakukan di depan orang banyak,” lanjut NL.
Setelah kejadian, NL baru mengetahui bahwa pelaku menuduh dirinya memiliki hubungan dengan suaminya, seorang anggota polisi berinisial AK alias Julio. Padahal NL, sama sekali tidak tahu menahu.
“Saya tidak pernah punya hubungan apa pun dengan suaminya. Saya tidak tahu apa-apa, tapi malah jadi korban,” ungkapnya.
Tindakan yang dilakukan GL menurut NL sangat merendahkan harga dirinya. Ia mengalami syok dan trauma, tidak hanya karena serangan fisik, tetapi juga karena dilakukan di depan umum, yang mempermalukannya secara sosial dan emosional.
Merasa dirugikan secara fisik dan psikis, NL langsung melaporkan kejadian ini ke Polres Bolaang Mongondow. Namun, hingga berita ini diturunkan, korban menyebut belum ada kepastian ataupun tindak lanjut yang jelas dari pihak kepolisian.
“Saya sudah melapor resmi, tapi belum ada perkembangan. Saya khawatir laporan ini tidak diproses karena pelakunya istri polisi,” ujar NL.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan publik terkait netralitas dan profesionalitas aparat dalam menangani kasus yang melibatkan keluarga internal institusi.
Kejadian ini menuai keprihatinan dari masyarakat sekitar. Banyak pihak mendesak agar aparat penegak hukum menangani kasus ini dengan adil dan transparan, tanpa memandang status sosial atau jabatan pelaku.
Penganiayaan terhadap perempuan, apalagi yang dilakukan secara terbuka dan diduga terencana, merupakan pelanggaran serius terhadap hukum pidana dan hak asasi manusia. Bila benar terbukti, pelaku dapat dijerat dengan pasal penganiayaan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), termasuk pasal perlindungan terhadap perempuan dan anak jika unsur psikis terpenuhi.
Selain proses hukum, pendampingan psikologis terhadap korban juga menjadi hal penting. Aktivis perlindungan perempuan di Bolmong mendorong agar kasus ini juga mendapat atensi dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) maupun lembaga bantuan hukum.
“Korban masih muda, mengalami kekerasan di tempat umum, ini jelas meninggalkan trauma. Dia harus didampingi, baik secara hukum maupun mental,” kata salah satu aktivis lokal yang enggan disebut namanya.
Kini, NL hanya berharap agar keadilan ditegakkan. Ia menuntut agar pelaku bertanggung jawab secara hukum atas perbuatannya. Masyarakat pun menunggu: akankah hukum ditegakkan secara adil, atau akan kembali terkubur di bawah kekuasaan dan relasi internal institusi.
Pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait laporan tersebut. Upaya konfirmasi masih dilakukan kepada Polres Bolaang Mongondow untuk mengetahui perkembangan penanganan kasus ini. (*)