TOTABUAN.CO BOLMONG – Memasuki pertengahan tahun 2016, angka perceraian pasangan suami istri (Pasutri) di Bolaang Mongondow (Bolmong) telah mencapai belasan. Menurut Kepala Bidang Pencatatan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Bolmong, Farida Mooduto, 16 akta perceraian telah diterbitkan pihaknya.
“Ini cenderung meningkat dari sebelumnya,” katanya.
Dia menjelaskan, beberapa faktor yang menyebabkan perceraian Pasutri seperti masalah ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, dan perselingkuhan.
“Masalah-masalah ini yang mendominasi perceraian Pasutri,” ujarnya.
Menurutnya, dari Januari sampai dengan Mei 2016 sudah ada 16 kutipan akta perceraian dan 23 putusan pengadilan yang akan diproses.
“Jika perhitungan dan perbandingan dari tahun 2015 angka perceraian hanya 29 pasangan saja sampai posisi akhir tahun,” katanya,
Pasang termuda yang cerai, untuk wanita berusia 28 tahun dan pria 24. Pihaknya terus menyampaikan kepada para pasangan yang ingin bercerai agar memikirkan kembali keputusan bercerai.
“Karena, ketika sudah menandatangani formulir, maka prosesnya sudah sah secara hukum,” ujarnya.
Kepala Disdukcapil Bolmong, Iswan Gonibala, menjelaskan, berdasarkan data, perceraian didominasi gugatan istri kepada suami.
“Seharusnya bukan langsung bercerai, tapi bagaimana kita memperkecil perbedaan dan terus berusaha mencari kesamaan dengan pasangan. Di setiap kesempatan, kami selalu menyampaikan agar baiknya menikah sekali seumur hidup dan tidak bercerai,” katanya.
Guna mengurangi angka perceraian di Bolmong ada beberapa cara yang dapat dilakukan Pasutri. “Antara lain mendiskusikan masalah bersama, menawarkan solusi, berpikir positif, menyelesaikan masalah, introspeksi diri, dan luruskan kesalahpahaman,” ujarnya. (Mg3)