TOTABUAN.CO BOLMONG — Kendati banyak sorotan atas kinerja Dirut RS Datoe Binangkang Bolaang Mongondoe (Bolmong) dr Michael Karokaro, namun hingga kini ia masih dipertahankan. Michael masih memimpin rumah sakit sebagai direktur.
Padahal Pansus DPRD Bolmong pada rapat paripurna sebelumnya, sangat tegas meminta Bupati Bolmong Yusra Alhabsyi untuk melakukan evaluasi atas kinerja direktur rumah sakit karena dinilai tidak mampu.
Sebelumnya Ketua Pansus DPRD Bolmong Masri Dg Masenge mengatakan, dalam hal pelayanan pemerintahan, berbagai catatan yang dituangkan atas temuan Pansus. Yakni segera mengisi jabatan dalam struktur pemerintahan yang kosong baik berstatus pelaksana harian atau pelaksana tugas, serta perlu adanya penyegaran diseluruh tingkat organisasi perangkat daerah.
Selain itu, catatan penting juga untuk mengevaluasi kinerja direktur RSUD Datoe Binangkang Bolmong karena tidak mampu mengimplementasikan program dan kegiatan. Serta selalu menjadi temuan berulang ulang saat pemeriksaan dari BPK RKI.
“Bila perlu diganti, karena dinilai tidak mampu,” tegasnya.
Rekomendasi pergantian Dirut RSUD Datoe Binangkang dari Pansus tentu sangat beralasan. Selain dinilai tidak mampu, juga terdapat temuan permasalahan di RSUD yang Ia pimpim. Seperti alat operasi mata yang ada di rumah sakit itu ternyata milik pihak ketiga yang dikontrak selama tiga tahun. Padahal jika dihitung, belanja alat kesehatan mata, masih lebih murah, ketimbang biaya kontrak.
“Kami minta kontrak itu ditinjau lagi. Jika perlu dibatalkan,” katanya.
Pansus juga menemukan sistem administrasi pelayanan Pasien dan administrasi manajemen RSUD masih manual. Sehingga bentuk pengawasan terhadap pengelolaan administrasi kegiatan dan keuangan itu tidak transparan dan rawan terjadi penyalagunaan.
Direktur RSUD Datoe Binangkang dr Michael Karokaro pun mengakui itu. Ia mengaku setiap tahun RS Datoe Binangkang selalu menanggung hutang untuk pihak ketiga.
Hal ini dibuktikan dengan catatan hutang pihak ketiga yang dilaporkan kepada Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2024 kemarin.
Berdasarkan pemeriksaan BPK, rumah sakit tidak ada temuan, tapi selalu melaporkan catatan hutang ke pihak ketiga.
“Setiap tahun hutang seperti ini selalu ada di RSUD,” kata Karokaro.
Padahal ketersediaan anggaran untuk mengelolah rumah sakit sebesar 54 Miliar. Anggaran yang disediakan itu dinilai belum cukup untuk mengakomodir kebutuhan persediaan untuk pelayanan kebutuhan rumah sakit daerah ini.
“Anggarannya memang tidak cukup. Sehingga permintaan ke pihak ketiga menjadi catatan hutang di rumah sakit,” jelas Karokaro.
Dia menjelaskan, ada beberapa catatan piutang pihak ketiga yang belum terbayarkan tahun 2024. Yakni hutang makan minum, hutang alat kesehatan dan paling besar adalah hutang obat-obatan.
“Hutang ini kami sudah laporkan kepada BPK. Dan ini bukan catatan temuan, tapi hutang ke pihak ketiga yang akan dibayarkan,” tuturnya.
Alasannya, hutang terjadi dikarenakan tahun 2024 kemarin, pihak rumah sakit menambah dua unit baru yang belum masuk dalam pembahasan APBD.
“Kami membuka klinik mata dan radiologi. Terutama Mata, banyak sekali pasien yang menggunakannya, sementara anggaran yang tersedia belum ada. Makanya terjadi pembengkakan hutang di unit tersebut,” katanya. (*)