TOTABUAN.CO BOLMONG — Satu per satu fakta mulai terkuak di balik kasus viral habisnya obat bius di RSUD Datoe Binangkang, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong). Setelah menjadi sorotan publik dan memicu kemarahan keluarga pasien yang batal dioperasi, kini giliran Direktur RSUD Datoe Binangkang, dr. Michael Karo Karo, diperiksa intensif oleh penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Bolmong, Senin (6/10/2025).
Pemeriksaan itu berlangsung sekitar enam jam penuh, di ruang penyidik Tipikor Polres Bolmong. Dari informasi yang dihimpun, dr. Michael digali keterangannya terkait dugaan adanya kelalaian dalam sistem pengadaan obat bius yang menyebabkan ketiadaan stok di rumah sakit.
Kasus ini mencuat ke publik setelah sebuah video viral di media sosial memperlihatkan keluhan keluarga pasien yang kecewa karena operasi ibu mereka batal dilakukan akibat tidak tersedianya obat bius di rumah sakit tersebut. Video itu menyebar luas, menimbulkan gelombang kritik terhadap manajemen RSUD dan memaksa aparat penegak hukum turun tangan.
Usai menjalani pemeriksaan, dr. Michael akhirnya buka suara. Kepada sejumlah wartawan, ia mengakui bahwa dirinya datang untuk memenuhi panggilan penyidik Tipikor.
“Ya, saya hadir untuk memenuhi panggilan penyidik Tipikor. Pemeriksaan tadi seputar persoalan obat bius yang sempat viral itu,” ujar dr. Michael dengan nada tenang.
Ia menjelaskan, kendala habisnya obat bius bukan disebabkan oleh kelalaian internal rumah sakit, melainkan akibat keterlambatan dari pihak penyedia jasa atau rekanan pengadaan.
“Objek pemeriksaan itu hanya soal keterlambatan pengiriman dari penyedia jasa. Tidak ada hal lain,” ungkapnya singkat.
Saat ditanya soal jumlah pertanyaan yang diajukan oleh penyidik, dr. Michael mengaku menjawab sekitar 20 hingga 30 pertanyaan.
“Kalau tidak salah, sekitar dua puluh sampai tiga puluh pertanyaan,” ucapnya.
Terpisah Kasat Reskrim Polres Bolmong, Iptu Stevanus Mentu, membenarkan pemeriksaan terhadap Direktur RSUD Datoe Binangkang.
“Benar, hari ini yang bersangkutan kami panggil dan periksa untuk dimintai keterangan terkait dugaan habisnya obat bius di RSUD Datoe Binangkang,” ungkap Mentu.
Ia menegaskan, kasus tersebut masih berada pada tahap penyelidikan, namun pihaknya memastikan proses akan berjalan sesuai prosedur hukum.
“Semua dilakukan sesuai prosedur. Saat ini masih tahap penyelidikan, dan akan berlanjut ke penyidikan jika ditemukan unsur pelanggaran. Setiap aduan masyarakat akan kami tindak lanjuti dengan cepat,” tegas Kasat Reskrim Polres Bolmong.
Kasus viral ini sempat mengguncang kepercayaan publik terhadap pelayanan kesehatan di daerah. RSUD Datoe Binangkang, yang selama ini menjadi rujukan utama warga Bolaang Mongondow Raya, kini tengah menjadi sorotan tajam.
Masyarakat mempertanyakan bagaimana mungkin obat bius yang merupakan kebutuhan vital dalam tindakan operasi bisa kosong di rumah sakit pemerintah sebesar itu. Beberapa kalangan menilai, kasus ini mencerminkan lemahnya sistem manajemen dan pengawasan dalam proses pengadaan obat-obatan.
Di sisi lain, aparat kepolisian terus mendalami kemungkinan adanya indikasi penyimpangan dalam kontrak pengadaan dengan pihak ketiga. Sejumlah dokumen dan data logistik rumah sakit dikabarkan telah diamankan sebagai bahan pemeriksaan lanjutan.
Sementara publik menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut, aroma dugaan kelalaian dan potensi korupsi di balik “krisis obat bius” ini kini mulai terendus jelas. Bagi aparat Tipikor Polres Bolmong, kasus ini bukan sekadar soal stok obat yang habis melainkan soal tanggung jawab dan transparansi dalam pengelolaan dana publik di sektor kesehatan. (*)