TOTABUAN.CO.BOLMONG — PT Bulawan Daya Lestari (BDL) yang beroperasi di pegunungan Patung Bolingongot Desa Mopait, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) resmi mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
Meskipun sudah mendapat persetujuan penggunaan Hutan dari KLHK RI, namun dari pantauan dilapangan, PT BDL saat ini sedang melakukan eksplorasi tambahan untuk penentuan pembangunan fasum dan konstruksi pabrik pengolahan serta perbaikan akses jalan kebun masyarakat
Menurut Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara Jemmy Ringkuangan menjelaskan, berdasarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), PT BDL menguasai kurang lebih 99 hektare. Selain itu izin ikutan yakni Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau yang sekarang ini disebut PPKH (Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan).
Berdasarkan undang-undang pertambangan, PT BDL sudah mengantongi semua dokumen perijinan.
“Untuk kawasan hutan yang ada di wilayah izin pertambangan PT BDL itu masuk dalam kawasan hutan produksi,”katanya.
Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan, Franky Watulingas mengatakan, wilayah IUP PT BDL ada di dalam kawasan hutan produksi.
“Ia benar, itu masuk dalam kawasan hutan produksi,” jelasnya.
Dia juga menjelaskan, tidak semudah itu terkait klaim tanah adat oleh sekelompok orang.
“Tanah adat itu harus jelas. Jika sembarangan mengeluarkan status tanah adat di negara ini, maka bisa jadi apa hutan kita,” sentilnya.
Ia menjelaskan, sesuai ketentuan Pasal 247 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Salah satu yang diatur dalam Peraturan menteri tersebut berkaitan dengan hutan Adat yang mana hutan adat merupakan hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya.
“Hutan Adat sebagaimana diatur Pasal 62 ayat (1) dapat berasal dari hutan negara dan bukan hutan negara yang mempunyai fungsi pokok konservasi, lindung dan/atau produksi,” jelasnya
Hal ini berarti bahwa hutan adat bukan merupakan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai hutan konservasi, lindung atau hutan produksi. (*)