TOTABUAN.CO BOLMONG—Anggota VI BPK RI Bahrullah Akbar mengatakan, Polisi dan Kejaksaan berhak untuk menindaklanjuti terkait dugaan korupsi baru atas hasil temuan pemeriksaan BPK. Korupsi yang dimaksud yakni dana pengembalian tuntutan ganti rugi (TGT) itu diambil dari dana APBD, bukan dari dana pribadi.
Hal itu dia katakan saat menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan sosialisasi implementasi peraturan dana desa di Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) Jumat (21/8).
“Kenapa menjadi tindakan korupsi baru, karena kalau uang itu diambil dari APBD, maka itu boleh dikata korupsi baru. Menutup lobang dari lobang dengan APBD. Tapi kalau sumbernya bukan dari APBD, atau dari uang pribadi yang bersangkutan, maka itu selesai. Karena itu kesalahan administrasi hukum keuangan negara, bukan Tindak pidana korupsi,” kata Bahrullah.
Dia mengaku sudah bertemu dengan Kabareskrim Mabes Polri untuk merevitalisasi soal MoU antara BPK dengan Bareskrim pada 2008 lalu.
MoU itu tertuang soal masa pengembalian. “ Selama 60 hari setelah penyerahan LHP dan itu sudah diselesaikan berarti itu sudah clear, dan itu bukan tindakan korupsi. Tapi, kalau menimbulkan korupsi baru, maka Polisi dan Kejaksaan bisa menindaklanjuti,” tambah dia.
Dia mengatakan, bahwa BPK tujuannya untuk merampikan administrasi, serta memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mengambil tindakan korektif action.
“Setelah 60 hari tidak dilakukan action atau tindakan, maka ternyata temuan itu berindiksi korupsi, maka itu masih diberikan kesempatan hingga 152 hari lagi,” kata mantan staf Ditjen keuangan daerah, Kemendagri ini.
Selain itu soal pemberian opini, hingga kini BPK masih bekerja dengan standar SPK. Oleh karena itu, BPK mengingatkan pada 2015 ini, ada perubahan standar baru yang disebut dari basis menuju akrual, menjadi full akrual itu mulai bupati dan walikota hingga gubernur sudah harus selesai pada 2015 ini.
“BPK sengaja datang mendekati untuk memberikan pemahaman yang sama, karena ini masalah administrasi hukum keuangan negara bukan masalah Tipikor. Makanya BPK capek-capek datang untuk memberikan pemahaman, termasuk pemahaman soal pengelolaan dana desa,” pungkas dia.
Sementara auditor utama keuangan negara VI BPK RI Sjafrudin Mosii menambahkan, memang ada hasil pemeriksaan BPK yang tidak sampaikan ke aparat penegak hukum. Sebab menurut BPK, ini tidak memenuhi empat unsur tindak pidana korupsi. Akan tetapi, aparat dari Kejaksaan atau Kepolisian bisa saja masuk jika ada perbuatan yang melawan hukum.
“Satu unsur saja penyidik bisa masuk kemudain melakukan penyelidikan. Nanti dari penyelidikan akan dilihat, apakah akan dilanjutkan ke tingkat penyidikan atau tidak. Kan sesuai dengan hasil penyelidikan,” kata Mosii.
Diketahui sejumlah wartawan melontarkan pertanyaan ke BPK, lantaran banyak temuan atas hasil pemeriksaan BPK dibeberapa daerah, termasuk Kabupaten Bolmong. Bolmong sejak tiga tahun terakhir mendapat predikat buruk. Nanti pada pengelolaan keuangan pada 2014 lalu, Bolmong mendapat predikta WDP. (Has)