TOTABUAN.CO BOLMONG — Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) membeberkan, hingga saat ini baru 834 bangunan yang mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Namaun angka itu belum mencapai 10 persen dari 35.216 bangunan yang layak IMB.
“Baru 834 bangunan yang kantongi IMB. Angka itu belum mencapai 10 persen dari jumlah total 35.216,” ujar Kepala DPMPTSP Bolmong Fyfiannie Soepredjo.
IMB menjadi hal yang sangat penting untuk dimiliki. Tidak jarang IMB jadi dokumen yang kerap dilupakan dalam transaksi jual beli rumah. Padahal dokumen satu ini punya fungsi yang sangat penting.
“IMB menjadi sangat penting untuk dimiliki. Karena keberadaan IMB bertujuan untuk menciptakan tata letak bangunan yang aman dan sesuai dengan peruntukan lahan,” jelasnya.
Dengan adanya IMB, pemilik rumah atau bangunan pun bisa mendapatkan perlindungan hukum yang maksimal. Dengan begitu ketika bangunan berdiri, tidak akan mengganggu atau merugikan kepentingan orang lain.
Keberadaan IMB dalama kepemilikkan bangunan tentu saja memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangunan yang tidak memiliki izin IMB. Hal ini bukan hanya disebabkan karena pembeli rumah nantinya bisa bebas membangun atau merenovasi rumah, melainkan juga mendapatkan sejumlah keuntungan lainnya.
“IMB juga sangat berguna ketika akan mengajukan kredit dengan agunan ke bank. Jika kamu menjaminkan rumah, maka rumah yang bisa dijaminkan hanyalah yang memiliki IMB,” sambungnya.
Keuntunan lain bangunan yang memiliki IMB, yakni menjadi persyaratan wajib untuk mengubah Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM). Untuk itulah banyak yang mengubah legalitas tanah dan bangunannya dari HGB menjadi SHM.
IMB memiliki dasar hukum yang diatur dalam Pasal 7 dan 8 Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Dalam Pasal 7, sebuah gedung harus memenuhi syarat administrasi dan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Syarat administratif tersebut termasuk izin mendirikan bangunan.
Sementara pada Pasal 8 juga menjelaskan setiap bangunan gedung harus memenuhi syarat administratif termasuk izin mendirikan bangunan gedung. Selain dalam Pasal 7 & 8 UU Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, IMB juga diatur dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang banyak membahas aturan tentang mendirikan bangunan.
Ada pula dasar hukum lainnya, yaitu Peraturan Presiden RI No. 36 Tahun 2005, yang mengatur tentang persyaratan gedung. Selain aturan-aturan tersebut, masih ada aturan dari masing-masing daerah yang berkaitan dengan IMB.
Menjadi Pendapatan Asli Daerah
Retribusi IMB, berdasarkan Perda Nomor 18 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang sudah sejak Sepuluh tahun silam disahkan dengan ukuran yang masih berlaku saat itu. Yakni, harga permeter dan nilai koefisien atau bilangan pengali.
Pada tahun anggaran 2019, Target PAD di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bolmong hanya 1.2 miliar lebih. Target itu dinilai masih terlalu kecil bila dilihat dari perkembangan saat ini. Di mana nilai koefisien bangunan yang memiliki ukuran 0 hingga 100 M2 hanya mendapatkan bilangan pengali 1,00. Artinya luas bangunan dengan ukuran 60 M2 x 2000 permeter untuk bangunan parmenan hanya dikenai tarif retribusi sebesar Rp 120.000. Sedangkan bangunan yang memiliki fungsi usaha mendapatkan nilai koefisien 2,50. Artinya tempat usaha dengan ukuran 60 M2 x 2000 permeter untuk bangunan permanen hanya dikenai tariff retribusi sebesar Rp 300.000.
Menurut Soepredjo, melihat apa yang ada di dalam Perda Nomor 18 Tahun 2011 dengan kondisi Kabupaten Bolmong saat ini, sudah sangat tidak berimbang lagi. Apa lagi retribusi untuk dunia usaha, bisa dikatakan biaya yang timbul dari pengurusan IMB dari Instansi kami lebih besar dari pada nilai retribusi yang kami terima.
Jika Perda Nomor 18 Tahun 2011 yang digunakan saat ini mau direvisi, sehingga akan mempengaruhui tingkat PAD di Bolmong.
“Kami menilai perlu ada revisi terdahap Perda ini, apa lagi sudah 10 tahun silam,” ujarnya.(*)