TOTABUAN.CO BOLMONG —Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada satu pun desa di wilayah Bolmong yang secara resmi yang ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah berstatus sebagai desa adat.
Pernyataan ini disampaikan oleh Asisten I Setda Bolmong, Deker Rompas, untuk meluruskan klaim yang disampaikan Sangadi Labuang Uki Ibrahim Nata, yang sebelumnya menyebut bahwa desanya telah berstatus sebagai “desa adat”.
“Kami perlu tegaskan, hingga saat ini belum ada satu pun desa adat di Bolmong yang ditetapkan melalui peraturan resmi. Jadi, klaim tersebut belum berdasar secara hukum,” ujar Deker.
Menurut Deker, penetapan desa adat tidak bisa dilakukan sepihak atau berdasarkan penafsiran pribadi. Status desa adat diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang memberikan pengakuan sekaligus menetapkan mekanisme penetapannya.
Prosedurnya meliputi, prakarsa dari masyarakat, musyawarah desa, pengusulan ke pemerintah kabupaten, kajian dan verifikasi, hingga penetapan resmi melalui Peraturan Daerah (Perda).
“Tanpa Perda, maka belum bisa dikatakan sebagai desa adat secara sah,” tegasnya.
Meskipun belum berstatus hukum sebagai desa adat, Pemkab Bolmong mengapresiasi desa-desa yang masih menjaga tradisi dan budaya lokal. Sejumlah desa bahkan menjadi contoh pelestarian adat yang patut diapresiasi. Seperti Desa Solog Kecamatan Lolak, Diakui sebagai desa percontohan adat di Sulawesi Utara. Desa Mengkang Kecamatan Lolayan memiliki museum budaya dan kaya akan peninggalan adat.
Desa Inobonto, memiliki lembaga Adat aktif melestarikan budaya lokal.
Desa Siniyung Kecamatan Dumoga, masih mempertahankan dan menjaga ritual adat Monibi. Desa Langagon dan Bolaang I, menjadi pusat situs sejarah dan budaya. Serta Desa Pusian masih menjalankan tradisi Mogama’ untuk mempererat silaturahmi keluarga.
“Kami mendukung desa-desa yang menjaga adat istiadat, tapi penetapan status desa adat tetap harus mengikuti aturan,” jelas Deker.
Pemkab Bolmong juga mengimbau para kepala desa agar berhati-hati dalam menyampaikan informasi ke publik, terutama yang berkaitan dengan status hukum desa.
“Kami minta para Sangadi memahami aturan sebelum membuat klaim. Ini penting agar tidak membingungkan masyarakat dan tidak menimbulkan persepsi keliru,” ujarnya.
Terkait praktik sanksi adat yang masih diterapkan di beberapa desa, Pemkab menilai hal tersebut sah-sah saja dilakukan selama tidak melanggar hukum positif. Namun demikian, praktik tersebut sebaiknya diatur secara tertulis dalam Peraturan Desa (Perdes).
“Jika di suatu desa ada penerapan sanksi adat, kami sarankan agar dituangkan dalam Perdes sebagai dasar hukum di tingkat desa. Perdes ini harus dibahas bersama BPD dan dikonsultasikan ke Bagian Hukum untuk diperiksa substansinya,” jelas Deker.
Dengan belum adanya Perda yang menetapkan, maka tidak ada desa adat yang diakui secara hukum di Kabupaten Bolmong saat ini termasuk Desa Labuang Uki yang diklaim oleh Sangadi setempat.
Pemkab membuka peluang bagi desa-desa yang ingin mengusulkan status desa adat. Namun semua harus melalui mekanisme yang benar, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (*)