TOTABUAN.CO BOLMONG– Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Bolaang Mongondow (AMANBOM), Jemmy Lantong, meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) agar menseriusi pembahasan peraturan daerah (perda) inisiatif tentang masyarakat hukum adat.
Apalagi kata Jemmy, Pemerintah telah mengeluarkan regulasi menyangkut masyarakat adat melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 tahun 2014, tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.
Dia menjelaskan, dalam Permendagri itu, Masyarakat Hukum Adat adalah Warga Negara Indonesia yang memiiki karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai hukum adatnya, memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan atau kesamaan tempat tinggal, terdapat hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah tertentu secara turun temurun.
Sedangkan wilayah adat adalah, tanah adat yang berupa tanah, air, dan atau perairan beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dengan batas-batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan dilestarikan secara turun-temurun dan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dari leluhur mereka atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau hutan adat.
Hukum adat adalah seperangkat norma atau aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang hidup dan berlaku untuk mengatur tingkah laku manusia yang bersumber pada nilai budaya bangsa Indonesia, yang diwariskan secara turun temurun, yang senantiasa ditaati dan dihormati untuk keadilan dan ketertiban masyarakat, dan mempunyai akibat hukum atau sanksi.
“Dalam permendagri itu sangat jelas disebutkan, gubernur dan bupati/walikota, melakukan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, dengan membentuk panitia masyarakat hukum adat Kabupaten/kota,” jelasnya.
Bahkan, sekretaris daerah kabupaten/kota, adalah ketua panitia. Kepala SKPD yang membidangi pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris, Kepala Bagian Hukum sekretariat kabupaten/kota sebagai anggota;
Camat atau sebutan lain sebagai anggota, dan kepala SKPD terkait sesuai karakteristik masyarakat hukum adat sebagai anggota.
“Struktur organisasi panitia masyarakat hukum adat kabupaten/kota ditetapkan dengan Keputusan bupati/walikota,” jelasnya.
Informasi yang diperoleh, DPRD tidak akan melakukan pembahasan ranperda inisiatif terkait masyarakat hukum adat. Padahal, paripurna tahap satu untuk persetujuan pembahasan pada tahap selanjutnya, telah dilakukan.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD Bolmong, Marten F Tangkere, mengatakan, pembahasan akan tetap dilakukan, namun hal itu membutuhkan kajian.
“Tetap itu akan kita bahas, apalagi butuh kajian. Selain itu, ranperda ini juga tidak masuk dalam program legislasi daerah (Prolegda). Akan dikondisikan pembahasanya, tinggal melihat waktunya,” kata Marten. (**)