TOTABUAN.CO BOLMONG – Meski sanksi kurungan badan menanti serta denda yang demikian besar, tidak menyurutkan sekelompok orang melakukan pertambangan tanpa izin (PETI).
Padahal kegiatan PETI selain menimbulkan kerusakan lahan dan merusak hutan, pencemaran lingkungan hingga bahaya bagi masyarakat tidak bisa dihindari.
Padahal undang-undang nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas undang-undang nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara sangat jelas dinyatakan sanksi bagi para pelaku tambang ilegal.
Bahwa setiap orang yang melakukan pertambangan tanpa izin dipidana dengan penjara paling lama lima tahun, dan denda paling banyak seratus miliar.
Seperti di Kecamatan Lolayan, meski sempat terhenti beberapa tahun, tampak kegiatan ilegal itu mulai marak lagi. Namun kembali menimbulkan korban jiwa Rabu 31 Agustus 2022. Satu diantara meninggal dunia karena terhirup zat asam dan 6 warga lainnya masih bisa diselamatkan.
Informasi di dapat media, ke 7 warga desa itu diduga bekerja pada lahan milik salah seorang warga Bakan yang masuk pada area konsensus PT JRBM.
Kendati pihak perusahaan sudah berniat memberikan tali asih atas lahannya, warga tersebut masih enggan menerima dan sebaliknya memanfaatkan untuk melakukan aktivitas secara ilegal hingga terjadi musibah.
Atas kejadian tersebut penegak hukum harus melakukan tindakan hukum. Mereka meminta penerapan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara sebagai sanksi dan efek jera demi meminimalisir terjadi korban jiwa dan menekan aktivitas PETI di wilayah Bolaang Mongondow Raya. (*)