TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU–Bakar Binarundak atau Lemang tiga hari pasca Lebaran Idul Fitri sudah menjadi tradisi bagi warga yang ada di Kota Kotamobagu khususnya warga yang ada di Kelurahan Motoboi Besar Kecamatan Kotamobagu Timur. Bagi warga setempat, selain sudah menjadi tradisi, hal ini juga sebagai ajang silahturahmi bagi warga, terlebih bagi merea yang baru pulang dari perantauan.
Sejak pagi, warga mulai terihat sibuk. Kssibukan warga itu mulai tampak terlihat disetiap depan rumah. Aktivitas ibu-ibu yang berkelompok tengah meramu beras ketan. Sedangkan untuk laki-laki, mereka menyiapkan tempat pembakaran Binarundak.
Sabut kelapa yang terhampar di lokasi pembakaran bersama bambu yang sudah dipotong siap diisi beras ketan yang sudah dicampur santan kelapa.
Binarundak ala Bolaang Mongondow, rasanya lebih gurih karena santannya telah dicampur dengan rempah-rempah. Proses pembakaran Binarundak memang butuh waktu hingga 3 jam. Para pria saling bergantian memutar bambu untuk menjaga agar Binarundak yang dibakar bisa masak secara merata.
Menurut warga, Binarundak bukanlah tradisi turun temurun sejak dulu kala. Bakar Binarundak cuma merupakan salah satu acara usai lebaran. Namun ini sudah berlangsung beberapa tahun terakhir. Sehingga bagi warga setempat, bakar Binarundak sudah tidak bisa dihilangkan karena memang sudah menjadi kebiasaan.
Sepanjang proses pembuatan Binarundak, asap tebal menyelimuti sejumlah titik lokasi. Antusias warga tetangga untuk datang bersilahturahmi makin banyak sekalian mencicipi hidangan Binarundak yang disiapkan warga setempat.
Di tahun 2009, pemerintah Kota Kotamobagu tertarik dengan kegiatan yang tidak pernah ada sebelumnya di Bolaang Mongondow itu. Dan melalui dinas Pariwisata setempat, pelaksanaan lebaran Binarundak itu ditunjang dengan biaya sekaligus pencanangan lebaran Binarundak oleh Walikota Kotamobagu Djelantik Mokodompit sekaligus pembangunan tugu Binarundak pada waktu itu. Kini, tugu setinggi 18 meter, dengan besar lingkaran bangunan 70 centimeter, dan diameter alas seluas 1 1/2 meter telah berdiri tegak di pertigaaan Kelurahan Motoboi Besar hingga sekarang.
Muhamad Golongom misalnya, Ia mengatakan, tradisi bakar Binarundak sebagai ajang silaturahmi bagi para perantau yang pulang kampung setelah sekian lama tidak bertemu. Yaitu dengan berkumpul bersama dengan warga dan keluarga sambil mencicipi Binarundak.
Binarundak atau Lemang merupakan salah satu makanan khas di Sulut berbahan dasar beras ketan dan santan yang sudah di campur rempah-rempah. Tradisi bakar Binarundak juga menjadi ajang silaturahmi bagi warga lainnya.
“Selain ini menjadi tradisi, hal ini juga sebagai perekat silahturahmi apalagi dalam suasana lebaran,” tuturnya.
Penulis: Hasdy