TOTABUAN.CO — SAAT berlari, setidaknya ada 200 otot tubuh yang aktif bekerja. Rutin berlari membuat stamina meningkat, otot makin kuat, aliran pernapasan dan peredaran darah lebih lancar, serta membakar kalori 50 persen lebih banyak dibandingkan dengan berjalan kaki. Lari juga bisa menurunkan tingkat stres, meningkatkan daya ingat, menghasilkan perasaan bahagia, dan menambah rasa percaya diri.
Kelebihan lari dibandingkan jenis olahraga lain, lari bisa dilakukan di mana saja, tidak harus datang ke pusat kebugaran atau lapangan olahraga. Lari juga relatif murah dan tidak memerlukan perlengkapan khusus, cukup sepatu dan baju yang nyaman untuk berlari.
Booming olahraga lari di tanah air berlangsung beberapa tahun terakhir. Berbagai event lari yang digelar menarik minat masyarakat untuk berpartisipasi.
Meski mudah dan murah, olahraga lari bukannya tanpa risiko cedera. Bila tidak melakukan teknik dan persiapan yang tepat, ada ancaman cedera yang mengintai. ’’Yang paling banyak terjadi adalah cedera pada paha, lutut, tulang kering, dan kaki (pergelangan kaki ke bawah),’’ tutur dr Andre Pontoh SpOT(K) dari Jakarta Knee Orthopaedic Sports Center RS Pondok Indah.
Cedera yang sering menyerang paha adalah iliotibial band syndrome (ITBS). Jaringan ikat iliotibial yang terdapat di sepanjang bagian luar paha dari pinggul sampai tulang kering mengalami peradangan. Gejala umumnya adalah bengkak pada area lutut sehingga sering dianggap cedera lutut. Untuk mendiagnosis ITBS, tekuk lutut 45 derajat. Jika terasa sakit pada bagian luar lutut, itu merupakan ITBS.
Gangguan tersebut bisa muncul pada semua pelari, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman. ITBS terjadi karena aktivitas berlari di permukaan menurun atau tidak rata, terlalu sering atau jarak yang terlalu jauh, serta bisa juga disebabkan penggunaan sepatu yang tidak tepat. Rasa sakitnya membuat pelari harus beristirahat beberapa minggu. ’’Harus rehat sampai pulih. Bila keadaan sudah membaik, lakukan latihan dengan berjalan lebih dulu, lalu coba berlari tetapi kurangi jaraknya,’’ ujar spesialis ortopedi dan traumatologi itu.
Berikutnya, ketika berlari lantas merasakan sakit yang menusuk di bagian paha belakang. Inilah cedera otot hamstring. Biasanya itu terjadi pada saat seseorang langsung berlari dengan kecepatan tinggi sehingga otot paha tertarik melebihi batas kemampuan atau tidak siap.
’’Lakukan pemanasan yang cukup untuk melemaskan otot sehingga otot tidak kaget. Untuk pelari pemula, jangan langsung berlari dengan kecepatan tinggi. Latih dengan speed rendah dulu, lalu tingkatkan sedikit demi sedikit,’’ lanjut alumnus FKUI Jakarta tersebut.
Pada lutut, gangguan yang sering terjadi adalah cedera tulang rawan sendi, khususnya di lutut bagian depan. Patellofemoral pain syndrome (PFPS) ini sering juga disebut runner’s knee. ’’Gejalanya, lutut tidak bisa dilipat secara optimal, sangat nyeri saat bangkit dari posisi duduk dan ketika naik-turun tangga. Untuk memastikan diagnosisnya, lakukan pemeriksaan MRI. Sebab, bila hanya dirontgen, sering tidak terlihat karena yang bermasalah adalah sendi, bukan tulang,’’ beber Andre.
Dia mengingatkan, cedera pada lutut tidak bisa diabaikan. Bila memaksakan diri berlari, kondisi akan jadi lebih buruk dan bisa mengakibatkan disfungsi lutut. ’’Cedera pada lutut dapat memicu kerusakan pada jaringan lunak, misalnya ligamen putus,’’ terangnya.
Selain itu, cedera tulang kering atau shin splints kerap membayangi para pelari. Cedera tersebut disebabkan tekanan yang berlebihan pada tulang kering dan jaringan yang menghubungkan otot ke tulang. Sementara itu, cedera yang menyerang bagian kaki, antara lain, achilles tendinitis, nyeri pada tumit, dan patah tulang pada jari-jari kaki.
Sumber: jpnn.com