Oleh: Dhullo Afandi Baksh, Akuntan Beregister, Dosen Jurusan Akuntansi FE & B UNSRAT, Koordinator Bidang Akuntan Publik pada Ikatan Akuntan Indonesia wilayah Sulawesi utara.
Polemik yang dimunculkan pada media masa hari ini khususnya berhubungan dengan sikap kaukus legislator Dapil Bolmong Raya yang mempermasalahkan opini Dsclaimer atas LKPD Pemkab Bolmong, dimana salah satu juru bicaranya James Tuuk secara tidak langsung telah memfonis bahwa “Kabupaten Bolmong tidak mampu mengelola keuangan”, menggelitik saya untuk sekedar memberikan tambahan informasi bagi sdra James Tuuk dan kawan sbb ;
Ruang Lingkup pengelolaan keuangan daerah, pada dasarnya terbagi dalam 3 bagian, yakni; perencanaan & penganggaran, pelaksanaan anggaran (meliputy penatausahaan, pengakuntansian), dan terakhir pelaporan/pemeriksaan dan pertanggungjawaban.
Opini akuntan yang diterbitkan oleh BPK yang biasa disebut sebagai hasil dari General Audit, hanya berhubungan dengan audit atas pelaksanaan anggaran (dalam hal ini penatausahaan dan pengakuntansian) dimana hal ini tergambar pada LKPD.
BPK didalam memeberikan opini terhadap LKPD, didasarkan pada hasil pengujian atas efektifitas Sistem Pengendalian Interen dalam pelaksanaan anggaran, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta ketaatan terhadap SAP (Standar Akuntansi Pemerintah), dengan demikian kalau dikatakan OPINI DISCLAIMER disamakan dengan “ketidak mampuan Kabupaten Bolmong dalam mengelola keuangan” tidaklah terlalu tepat karena ruang lingkup audit tidak mencakup kegiatan perencanaan dan penganggaran dimana hal ini merupakan kunci dari pengelolaan keuangan, disamping pelaksanaan yang memadai.
Memang, LKPD yang disajikan secara wajar secara tidak langsung dapat dijadikan landasan untuk dapat mengukur kinerja keuangan daerah, akan tetapi didalam mengukur kinerja keuangan suatu daerah, tidak semata-mata hanya didasarkan pada LKPD, melainkan masih banyak indicator lainnya yang dapat digunakan tanpa berdasarkan pada LKPD.
Sebagai contoh; Bolmong selang kurun waktu 2017-2018 berdasarkan data BPS, memiliki angka pertumbuhan IPM tertinggi dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya di Sulut yakni : 1,26 % sedangkan pertumbuhan ditingkat SULUT hanya berkisar pada angka 0,75%.
Berdasarkan salah satu ukuran makro tersebut, dapat dikatakan bahwa “pengelolaan keuangan” kabupaten Bolmong selang tahun 2017-2018 “terbaik di SULUT”dikarenanakan pertumbuhan IPM yang cukup baik, dimana secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa ketepatan perencanaan dan pengganggaran di Kabupaten Bolmong sudah cukup baik, demikian pula pelaksanaannya, jika ditinjau dari sisi IPM.
Masih banyak lagi indikator, indikator makro lainnya yang perlu di publish oleh Pemkab Bolmong agar kenerja pemerintahan (khususnya kinerja keuangan) dapat diketahui oleh msyarakat umum.
Pernyataan Bupati Bolmong, penyebab disklaimernya Opini Bpk karena jumlah yang cukup material dalam asset yang tidak dapat diyakini oleh auditor dalam rangka menguji pemilikan dan penguasaan asset.
Aset merupakan rekening Riel. Keberadaannya didalam suatu entitas yakni sejak asset tersebut dimiliki dan dikuasai, sampai asset tersebut dihapuskan dari pembukuan. Penatausahaan Aset di kabupaten Bolmong (khususnya fixed asset), memang perlu pemahaman yang komperhensif dari semua unsur, mengingat prinsip-prinsip pengelolaan barang milik daerah (BMD) memiliki regulasi yang cukup ketat, sehingga pengetahuan, pengaturan fixed asset harus ditingkatkan penanganannya.(**)