TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU –Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Kotamobagu memutuskan bahwa dua kasus hasil operasi tangkap tangan (OTT) dugaan money politik tidak cukup bukti.
Hal itu dikatakan Ketua Panwaslu Kotamobagu Musly Mokoginta saat menggelar konfrensi pers di kantor Panwaslu Kotamobagu Jalan K S Tubun Kelurahan Sinindian Kotamobagu Timur.
“Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa perkara tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga Negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak mengunakan,” ujar Musly saat membrikan keterangan kepada sejumlah wartawan Rabu (20/6/2018).
Dia menjelaskan, ada sejumlah temuan yang diproses Panwaslu tapi tidak satupun yang memenuhi unsur. Salah satunya adalah dua kasus OTT yang dilakukan Satgas Polres Bolmong dengan brang bukti minuman soft drink,kain sarung dan sejumlah ampolo berisi uang.
“Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187A Ayat (1) Undang undang RI Nomor. 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang, dengan pertimbangan bahwa perbuatan Ir. TATONG BARA, yang merupakan Calon Wali Kota Kotamobagu, yang memberikan atau membagi bagikan bingkisan hari raya Idul Fitri kepada warga kaum duafa/yang membutuhkan untuk kepeduan hari merupakan perbuatan rutinitas yang dilakukan setiap sebelum lebaran. Dan dalam pembagian bingkisan tersebut tidak ditemukan kata kata atau kalimat kalimat ajakan agar memilih calon tertentu dalam pemilukada, serta tidak mencantumkan nomor urut peserta ataupun identitas pasangan calon tertentu. Sehingga jelas bukan merupakan perbuatan melawan hukum untuk mempengaruhi pemilih agar tidak mengunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu” kata Musly saat membacakan hasil kesimpulan.
Musly, yang didampingi Koordinator divisi SDM Herdy Dayow menambahkan, berdasarkan pasal 187A (1) (2) Undang-undang RI nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah penganti Undang-undang No.1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang. Yang berbunyi, setiap orang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga Negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak mengunakan hak pilih, mengunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah,memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
Bahwa unsur ini merupakan merupakan unsur yang bersifat aktematif, artinya bahwa salah satu saja unsur tersebut dipenuhi, maka terpenuhilah unsur ini.
Berdasarkan uraian diatas maka disimpulkan bahwa perkara tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga Negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak mengunakan.
Musly mengungkapkan bukan hanya dua kasus OTT dari Satgas Polres Bolmong yang diperiksa, akan tetapi sejumlah kasus yang terjadi dibeberapa desa yang melibatkan kepala desa serta sejumlah warga.
Namun sebelum diputuskan, Pihaknya telah meminta pendapat ahli Pidana dari Universitas Trisaksi.
Kapolres Bolmong AKBP Gani Fernando Siahaan sendiri mengaku, bahwa apa hasil OTT yang mereka temukan telah menjadi kewenangan Panwaslu. Namun dia menegaskan, tidak akan berhenti untuk melakukan pengawasan.
“Yang pasti itu sudah bukan ranah kami. Namun saya ingatkan, agar Satgas Polres Bolmong tak akan berhenti untuk melakukan pengawasan. Siapa yang berani untuk melakukan kecurangan di PIlkada termasuk bagi-bagi duit kita sikat,” tegasnya.
Penulis: Hasdy