TOTABUAN.CO BOLTIM –Pemkab Bolaang Mongondow Timur (Boltim) menggelar buka puasa bersama di hari kelima Ramadhan, Senin (21/5). Kegiatan bernuansa relijius ini dilaksanakn di rumah dinas (Rudis) Bupati, dengan panitia pelaksana dari bagian Kesra dibantu bagian umum sekretariat daerah.
Pegawai negeri di jajaran pemkab serta dinas badan sebagian besar hadir, para camat, kepala desa dan aparat juga turut meramaikan kegiatan ini.
Menariknya, para pegawai negeri serta tokoh masyarakat yang non Muslim juga turut hadir, berbaur bersama mendengarkan tauziah jelang berbuka puasa yang disampaikan ustadz, H. Ali Paputungan.
Sementara Bupati Boltim Sehan Landjar, saat menyampaikan sambutan sekaligus tauziah yang menurutnya merupakan tambahan dari penyampaian Ustadz, yang menekankan kepada para pegawai negeri serta pemangku jabatan hingga ke desa, untuk melaksanakan sedekah khususnya di bulan Ramadhan ini.
“Kalau pak ustad tadi menyampaikan bahwa zakat itu nilainya 2,5 persen dari harta kita. Khusus zakat maal, ada takaran dari kepenguasaan harta kita yang merupakan hak orang miskin. Tapi saya tekankan kepada jajaran pemerintah sampai ke aparat desa, jangan kita jadi orang kikir di hadapan Allah. Jumlah 2,5 persen itu ukuran terendah. Menurut saya itu takaran orang kikir kepada Allah. Sedekahkan hartamu sebanyak banyaknya, Insha Allah akan dilipatgandakan oleh Allah Subhanhuwataala,” tutur Sehan.
Bupati dua periode ini juga menyampaikan salah satu riwayat mengenai asal usul Imam Syafi’i, merupakan keturunan dari ayahnya bernama Idris, yang memiliki keutamaan tidak pernah memakan atau menguasai apapun yang tidak jelas kepemilikannya.
“Anda ingin punya keturunan saleh? Ingin anak anak kita jadi orang yang berguna dan punya integritas tinggi terhadap agama dan negaranya? Jangan pernah makan barang haram. Mengapa? Karena sesuatu yang asalnya haram, akan melahirkan sesuatu yang tidak baik juga. Kita contohi seorang imam mazhab besar, yakni imam Syafii, beliau adalah anak dari seorang saleh yang bernama Idris. Seseorang yang dikenal tidak pernah makan atau menguasai yang bukan miliknya. Bahkan sepenggal apel pun ketika dia terlanjur makan akibat laparnya, namun karena dia sadar bahwa ini bukan miliknya maka dia mencari pemilik pohon apel itu dan menyerahkan diri untuk diganjar apa saja, asalkan si pemilik mau mengjalalkan sepotong apel yang sudah dia makan,” tutur Sehan.
Hal ini mencontohkan betapa perilaku korupsi bukan hanya merugikan orang banyak, namun juga merugikan diri sendiri.
Penulis: Mj