TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU— Pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kotamobagu tak menampik jika kasus laporan dugaan penolakan pasien hingga meninggal dunia saat ini sudah dilaporkan pihak keluarga ke Polres Bolmong.
Menurut Dirut RSUD Kotamobagu dr Wahdania Mantang , pihaknya siap mengahadapi proses hukum jika persoalan tersebut benar sudah dilaporkan. Namun Ia menegaskan laporan tersebut harus didasari dengan fakta.
“Jika memang sudah dilaporkan oleh pihak keluarga, apa boleh buat semua akan kita hadapi. Para perawat dan petugas medis akan kita bawa ke Polres untuk siap memberikan keterangan apa sebenarnya yang terjadi,” kata Wahdania disela-sela rapat paripurna di kantor DPRD Kotamobagu Kamis (31/8).
Ia membantah apa yang dituduhkan soal menolak pasien dan tidak memberikan pertolongan. Laporan pihak keluarga tidaklah seperti yang dengan kejadian tersebut. “Tidak ada penolakan. Yang ada pada waktu ruangan semua full sehingga kita memberikan arahan agar pasien dirujuk ke rumah sakit lainnya,” jelasnya.
Ia mengatakan penanganan pasien sudah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang diberlakukan saat pasien masuk ke Instalasi Rawat Darurat (IRD). Dia menjelaskan seluruh penanganan terhadap pasien sudah dilakukan sesuai SOP yang berlaku di RSUD Kotamobagu, ujarnya.
Namun di sisi lain keluhan pihak keluarga pasien terkait penolakan pihak rumah sakit yang tidak bersedia memberikan pelayanan saat kondisi pasien dalam keadaan koma tampaknya berujung hingga ke laparan. Di mana, pasien bernama Aiptu Aparcin Alman Lawani dilarikan pihak keluarga ke rumah sakit RSUD Kotamobagu Kamis (17/8) lalu. Saat tiba di RSUD tepatnya di Instalasi Gawar Darurat (IGD), pasien tidak mendapat pelayanan, dengan alasannya ruangan full. Pasien anggota Polri yang bertugas di Satuan Jatanras Reskrim Polres Bolmong itu, akhirnya dilarikan ke RSU Monompia. Saat dipasangkan oksigen oleh petugas di rumah sakit tersebut, nyawa Aiptu Alman tidak tertolong dan dinyatakan meninggal.
“Jadi selama beberapa jam di IDG RSUD Kotamonagu itu tidak ada penanganan apapun. Jangankan itu, infuse saja tidak dipasang,”ujarnya pihak keluarga.
Pihak keluarga mengungkapkan, sebagai rumah sakit pemerintah yang selama ini sangat diandalkan, harusnya RSUD Kotamobagu dapat menjadi contoh bagi rumah sakit lainnya di Kotamobagu khusunya di BMR dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka berpandangan jika ada pasien yang diterlantarkan hingga meninggal maka masalah tersebut perlu disikapi secara serius.
“Kami pihak keluarga menilai ini sangat memalukan sekali, dan kami kira RSUD telah melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,”ujarnya.
Menurut pihak keluarga pengabaian terhadap setiap pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan sebuah tindak kejahatan. Kami juga meminta kepada DPRD dapat segera memanggil Direktur RSUD untuk menjelaskan masalah yang terjadi di rumah sakit tersebut.
“Perlu diingat bahwa setiap masyarakat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan, dan jika ada rumah sakit yang mengabaikan, maka itu adalah bentuk kejahatan kemanusiaan. Karena itu kami minta DPRD dapat memanggil Kepala RSUD untuk dimintai penjelasannya,” tegas pihak keluarga.
Kasat Reskrim Polres Bolmong AKP Hanny Lukas mengatakan, pihak keluarga sudah melaporkan kasus ini dengan tuduhan kelalaian yang diduga dilakukan pihak RSUD Kotamobagu. Sehingga, jika benar dengan tuduhan tersebut, pihak RSUD bisa dijerat dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Namun saat ini menurutnya, masih akan melakukan penyelidikan dan berencana untuk memanggil phak rumah sakit untuk dimintai klarifikasi soal laporan tersebut. “Tentu akan kita mintai klarifikasi dulu. Siapa-siapa yang terkait akan kita minta keterangan,” katanya.
Diketahui dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, jelas diterangkan hingga pasal pidana jika ada yang mengabaikan persoalan pelayanan kesehatan.
Di dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 32 ayat 1 dan 2, jelas diterangkan. Dimana dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Pada pasal 2, Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Selain itu pada pasal 190 ayat 1, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak dua ratus juta. Pada pasalnya 2, dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak 1 Miliar.
Penulis: Hasdy