TOTABUAN.CO BOLMONG— Kasus dugaan korupsi yang terjadi di Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) Bolaang Mongondow (Bolmong) hingga kini terus diselidiki penyidik dari unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Polres Bolmong. Namun yang menjadi menarik dalam kasus ini, bukan hanya para staf hingga direktur PDAM yang diduga terlibat dalam pengelolaan dana bantuan program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tahun anggaran 2015-2016 senilai 3 Miliar, akan tetapi juga diduga melibatkan oknum anggota DPRD Bolmong.
Beberapa kali dimintai keterangan penyidik, Direktur PDAM Bolmong Hasni Wantasen tidak membawa dokumen kontrak soal proyek sambungan baru pada tahun anggaran 2015-2016. Dokumen kontrak tersebut, berisi perjanjian kerja terkait dengan proyek sambungan baru dengan total 3 miliar rupiah.
Dari bocoaran yang didapat, dokumen kontrak yang tidak diberikan itu, karena diduga melibatkan oknum anggota DPRD Bolmong. “Makanya kenapa dokumen kontrak itu tidak diberikan, karena memang ada dugaan keterlibatan oknum anggota DPRD di dalamnya. Oknum tersebut sebagai pelaksana pekerjaan itu,” kata sumber.
Keterlibatan oknum anggota DPRD Bolmong dalam kasus ini memang sangat rapih namun tidak seperti yang ditemukan penyidik di lapangan. Pekerjaan proyek untuk sambungan baru yang ada disejumlah desa di Bolmong menjadi bukti bahwa dana yang diperuntukan untuk kesejhateraan masyarakat mendapatkan air bersih diduga dikorupsi.
“Bisa lihat contoh di lapangan. Bahwa pekerjaan unuk sambungan baru di rumah-rumah ternyata tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Bahkan sama sekali tidak dikerjakan,”tambah sumber yang mewanti namanya tidak dipublis.
Sebelumnya aktivis anti korupsi BMR Yakin Paputungan memberikan dukungan kepada penyidik Polres untuk mengusut dugaan korupsi yang diduga sudah lama terjadi di perusahan tersebut. Menurutnya sangat mendukung langkah penyidik untuk membongkar kasus dugaan korupsi yang terjadi di PDAM yang diduga juga melibatkan para pejabat.
Yakin mengatakan, akibat ketidak profesionalnya untuk mengelolah keuangan di PDAM, membuat rugi pihak karyawan bahkan rakyat Bolmong. “Bukan hanya daerah yang dirugikan, akan tetapi karyawan juga kena imbas akibat dari bobroknya pengelolaan keuangan di perusahan tersebut,” tuturnya.
Kendati baru sebatas penyelidikan, akan tetapi kuta dugaan ada keterlibatan para pejabat di Pemkab Bolmong terkait aliran bantuan dana ke perusahan tersebut. “Jika melihat dari kondisi yang ada di perusahan, saya menduga terjadi korupsi berjamaah di perusahan tersebut,” sebutnya.
Sebelumnya juga Kabag Keuangan PDAM Muhamad Renti sudah diperiksa. Dari hasil investigasi totabuan.co ke sejumlah karyawan, ditemukan sejumlah kejanggalan pertanggungjawaban soal pengelolaan keuangan. Di mana SK tunjangan para petinggi perusahan, bertolak belakang dengan Permendagri nomor 2 Tahun 2007 tentang organisasi dan kepegawaian PDAM. Pada pasal 12 ayat 4 diterangkan, besarnya gaji tunjangan dan bagian dan jasa produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh kepala daerah setelah memperhatikan pendapatan serta kemampuan PDAM.
Namun belakangan diketahui, jika SK tunjangan tersebut hanya dibuat para direksi perusahan tanpa dilakukan telaan serta tidak diketahui oleh Bupati.
Bukan hanya itu, kegiatan selama 2015-2016 di perusahan, seperti pembelian BBM, service kendaraan, makan minum, perjalanan dinas dan sewa kendaraan tidak sesuai. Bahkan pada 2015 lalu biaya perjalanan dinas untuk para direksi mencapai hampir 600 juta rupiah.
Belum lagi bantuan setiap tahunnnya yang masuk ke perusahan dari program MBR. Bantuan tersebut dikucurkan setiap tahun berasal dari luar negeri (Usaid Australia). Di mana setiap tahunya PDAM mendapat kucuran bantuan dana. Pada tahun 2013, PDAM menerima bantuan dana 3 Miliar. Tahun 2014, PDAM menerima bantuan dana 2 Miliar, 2015 PDAM menerima bantuan dana 1 Miliar serta tahun 2016 PDAM menerima bantuan dana 2 Miliar. Namun, bukannya perusahan lebih meningkat, malah para karyawan tidak menerima gaji dengan alasan defisit keuangan.
Penulis: Hasdy