TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU— Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) mendapat apresiasi dari aktivis anti Korupsi Bolaang Mongondow Raya.
Lembaga superbody ini diharapkan tak berhenti mengusut tuntas dugaan jual beli opini WTP tersebut, akan tetapi diminta untuk mengusut dugaan jual beli opini yang terjadi di Sulawesi Utara (Sulut) lebih khususnya lima daerah di Bolmong Raya (BMR) .
“KPK harus mengusut tuntas, artinya tidak berhenti di Kemendes saja. Karena kami menduga praktik itu tidak hanya terjadi pada laporan keuangan Kemendes saja, namun hingga di daerah di Sulut” kata Aktivis anti Korupsi BMR Yakin Paputungan Rabu 31 Mei 2017.
Ia menjelaskan, opini WTP dari BPK seolah menjadi idaman bagi instansi pemerintah, tak terkecuali pemerintah daerah. Kewenangan BPK memberikan opini alias pernyataan profesional ini menyangkut tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Opini ini didasarkan pada kriteria sesuai standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian internal.
“Selain WTP penilaian BPK juga diantaranya adalah Wajar dengan Pengecualian (WDP), tidak wajar, dan menolak memberikan opini (Disclaimer),” kata Yana,
Tapi lanjut Yakin, meski opini WTP, tidak serta-merta laporan keuangan bersih dari penyimpangan, apalagi dengan terbongkarnya praktik ini.
“Ya, proses opini WTP itu sendiri juga dilakukan dengan cara yang kotor (suap),” sambungnya.
Menurutnya, OTT tersebut telah mengkonfirmasi kecurigaan publik adanya praktik busuk berkaitan dengan pemberian opini WTP.
Beberapa daerah di Bolaang Mongodow Raya kata Yakin, opini WTP dan WDP tak membuat publik percaya. Terbukti, meski menerima opini WTP, namun sejumlah temuan tak bisa terbantahkan dan masuk penyelidikan aparat penegak hukum. Sebab diketahui Rochmadi Saptogiri sendiri pernah menjabat Kepala BPK RI Sulut Tahun 2011 hingga 2013.
“Saya berharap KPK bisa usut tuntas ini. Di Kabupaten Bolmong saja demikian. Meski menerima opini WDP, tapi tidak sedikit temuan yang tidak bisa mendapat penjelasan. Ini perlu keseriusan pihak KPK,” tegasnya.
Dikutip dari detik.com, 4 orang yakni Irjen Kemendes Sugito, pejabat eselon III Kemendes Jarot Budi Prabowo, pejabat eselon I BPK Rochmadi Saptogiri, dan auditor BPK Ali Sadli ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap pemberian opini WTP terhadap laporan keuangan Kemendes Tahun Anggaran 2016.
KPK menyita Rp40 juta yang diduga diberikan oleh Sugito kepada auditor Ali Sadli dalam OTT yang dilakukan pada Jumat (26/5). Selain itu, KPK juga menemukan uang sebesar Rp1,145 Miliar dan 3.000 USD AS di ruang kerja Rocmadi. Namun, apakah uang tersebut berkaitan dengan suap tersebut masih didalami.
“Rp1,14 Miliar dan USD 3 ribu ditemukan di dalam brankas di ruang kerja RS (Rochmadi Saptogiri). KPK masih mempelajari, apakah masih berhubungan dengan kasus ini atau tidak, statusnya akan ditentukan kemudian,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya, Sabtu (27/5).
Pemberian uang kepada Rochmadi dan Ali agar laporan keuangan Kemendes mendapat opini WTP dari BPK. Uang Rp40 juta yang disita KPK merupakan sisa dari komitmen fee sebesar Rp240 juta.
Penulis: Hasdy