TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU—Pikiran Suriyono Toloy seolah runtuh saat mendengar vonis dokter yang menyatakan kakinya akan diamputisasi. Peristiwa kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada 2012 lalu membuat dirinya kehilangan kaki kirinya. Yang membuat pria 56 tahun yang tinggal di Kelurahan Molinow lingkungan 2 RT 8 Kecamatan Kotamobagu Barat ini sedih, saat Ia hidup cacat seumur hidup dan tinggal di gubuk tua seorang diri.
Perjalanan hidup Suriyono memang terasa sangat berat. Ia tak pernah menyangka akan kehilangan kaki kirinya. Ia mengenang, ketika peristiwa Ia ditabrak mobil tanpa diketahui siapa pelakunya.
Saat ditemui wartawan di gubuk berukuran 2×3 Senin 27 Maret 2017, Suriyono tampak semangat mencakul di kebun. Ia terlihat tampak sedih saat menceritakan kisahnya. Duduk di kursi rodanya yang tampak rusak, Ia menceritakan hidupnya hanya mengharapkan belas kasih dari warga dan juga kenalan. Suriyono menceritakan jika Ia sempat tinggal dengan warga yang ingin menampungnya dan sebagai balasan Ia membantu bekerja.
Setelah hampir satu tahun berlalu, Suriyono tidak ingin lama-lama hidup larut dalam penyesalannya dan menyusahkan orang lain. Ia memilih bekerja di lahan yang dipinjamkan warga dan membuat gubuk kecil sebagai tempat tinggal dan mulai menanam berbagai macam tanaman dan buah-buahan. Hasil tanaman yang Ia tanam, dijual untuk kebutuhan hidup.
Suriyono mengatakan, kursi roda hanya menjadi harapan sabagai alat transportasi baginya. Bantuan yang diberikan Pemerintah awal tahun 2016 lalu kini mulai rusak. Namun ditengah keterbatasannya, Ia tidak menyerah meski hanya bertumpuh pada satu kaki. Suriyono tetap memperlihatkan semangatnya dalam bekerja dan membersihkan kebunnya.
Sry Sundari Sukarno (56) mengatakan dirinya sangat sedih melihat kondisi Suriyono yang harus bertahan hidup sendiri di gubuk tuanya dengan mengharapkan hasil yang tidak seberapa dari kebunnya.
“Kadang Suriyono membawa hasil panennya untuk dijual ke warga dengan hanya menggunakan kursi roda yang sudah tua,” kata Sry menceritakan.
Suriyono dikenal dengan pribadi yang baik yang suka berbagi kepada tetangganya jika panen tiba. Namun kata Sry, mereka tetap membayarnya karena tidak sanggup melihat kondisi Suriyono yang hidup sendiri dan hanya berharap dari hasil kebun.
Kini Suriyono hanya bisa berharap akan adanya bantuan dari pemerintah serta orang terdekatnya. Namun demikian, meski dengan kondisi cacat dan untuk bertahan hidup, Suriyono tetap bersemangat untuk kebun. Ia tidak banyak berharap. Hanya saja bantuan kursi roda dan tongkat bisa yang baru, kata Suriyono dengan mata berkaca-kaca.
Penulis: Nanang