TOTABUAN.CO – Harga minyak patokan Amerika, West Texas Intermediate (WTI) naik tipis menjadi US$40,36 per barel pada perdagangan pagi ini, dibandingkan harga sebelumnya US$39,72 per barel. Naiknya harga WTI di New York Mercantile Exchange tersebut didorong oleh rencana pembahasan produksi minyak oleh anggota-anggota OPEC di Qatar, pekan depan.
Selain WTI, harga minyak patokan Eropa yaitu Brent North Sea untuk pengiriman Juni naik US$89 sen menjadi US$42,83 per barel.
“Fokus pertemuan produsen minyak pada 17 April di Doha adalah menghasilkan perjanjian untuk membatasi produksi guna menopang harga minyak mentah dunia,” kata Bart Melek, Analis dari TD Securities dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (12/4).
Namun, Analis Citi Futures Tim Evans meragukan kesepakatan pemangkasan produksi minyak bisa dicapai setelah Rusia dan Irak dalam beberapa pekan terakhir justru meningkatkan produksinya. Selain itu, pemberitaan menyebutkan Kuwait berencana menambah produksinya di penghujung tahun ini. Hal ini menurutnya meningkatkan kembali risiko kelebihan pasokan yang membuat harga minyak kembali landai.
“Produsen-produsen ini tidak konsisten dengan semangat pembatasan produksi dan menimbulkan keraguan apakah kesepakatan pembatasan produksi bisa tercapai,” kata Evans.
Sebelumnya Gubernur OPEC Kuwait Nawal al-Fezaia mengatakan pada Selasa lalu bahwa negara-negara penghasil minyak utama telah mencapai kesepakatan atas pembatasan produksi, meskipun Iran yang baru lepas dari embargo ekonomi tidak sepakat dengan langkah tersebut.
Pemerintah Indonesia telah berancang-ancang menurunkan asumsi harga minyak Indonesia (ICP) dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RUU APBNP) 2016 dari sebelumnya US$50 per barel menjadi US$35 per barel.
Akibat turunnya asumsi ICP, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menyebut target penerimaan negara dari sektor migas tergerus Rp67,6 triliun. Terdiri dari pajak penghasilan migas berkurang Rp17 triliun, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas direvisi turun sebesar Rp50,6 triliun.
Sebagai konsekuensi berkurangnya penerimaan negara dari sektor migas, K/L diminta untuk memangkas anggaran belanjanya tahun ini.
“Rencananya belanja K/L itu turun dari Rp784 triliun menjadi Rp738 triliun atau turun sekitar Rp45,5 triliun. Nah di dalam penurunan Rp45,5 trilun untuk belanja K/L, ada penghematan belanja K/L yaitu sebesar Rp50,6 triliun, tapi juga ada tambahan belanja untuk keperluan yang mendesak sebesar Rp5,2 triliun,” ujar Bambang di kantor Sekretaris Negara, Jakarta.
sumber:cnnindonesia.com