TOTABUAN.CO – Semut jepang (Ulomoides sp) populer di Indonesia karena diyakini memiliki efek baik untuk kesehatan. Oleh sebab itu banyak orang mengonsumsinya sebagai bentuk obat alternatif.
Menurut salah satu penjual semut jepang, Hanipan (61) yang akrab dipanggil Ipan, pembeli umumnya datang dengan keluhan seperti diabetes, asam urat, atau kolesterol yang ‘sulit’ diobati oleh dokter. Ketika mengonsumsi semut menurut Ipan ada perbaikan kondisi yang dialami oleh pembeli dan dari situ lah ia mendapatkan langgananan.
“Pernah ada yang dari Kemayoran datang jalannya pakai tongkat, kakinya luka enggak kering. Dua kali beli semut jepang pas yang kedua sudah mendingan enggak pakai tongkat lagi,” kata Ipan ketika ditemui di kediamannya di Cipinang Melayu, Jakarta Timur, dan ditulis pada Rabu (6/4/2016).
“Saya sendiri minum sama istri buat gejala jantung. Lumayan ya. Istri saya ada gula darah juga jadi kekontrol,” lanjut Ipan.
Terkait hal tersebut bila dilihat dari sisi keilmuwan ahli serangga di Laboratorium Entomologi Serangga, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pramesa Narakusumo mengatakan khasiat semut jepang belum betul-betul terbukti. Memang ada penelitian yang menyebut ada senyawa dalam sang serangga yang teorinya bisa bermanfaat namun tes belum sampai tahap manusia.
“Memang masih diteliti untuk membuktikan kumbang bermanfaat untuk tubuh. Secara uji klinis saya belum tahu tapi beberapa paper yang saya baca ada kandungan zat aktif yang bermanfaat untuk tubuh,” kata Pramesa ketika dihubungi terpisah.
Di jurnal Inflammation pada tahun 2009 misalnya peneliti Brazil menemukan ekstrak dari Ulomoides dermestoides memiliki efek antiinflamasi. Tapi sekali lagi hal ini baru studi awal dan hanya diujikan pada tikus percobaan.
Pramesa mengingatkan bila masyarakat memang ingin mengonsumsi semut jepang meski belum terbukti betul-betul maka sebaiknya berhati-hati. Sebab masalahnya protein dari serangga mungkin masih asing bagi tubuh sehingga berisiko untuk memicu reaksi alergi.
“Ada juga laporan kalau enggak salah di Amerika Selatan menulis di jurnal ada berapa pasien yang setelah makan jadi sakit. Masih kontroversi juga apa benar-benar bagus untuk kesehatan atau memang ada potensi untuk menimbulkan penyakit,” pungkas Pramesa.
sumber:detik.com