TOTABUAN.CO – Pemprov DKI Jakarta memilih untuk membangun Electronic Road Pricing (ERP) sendiri dan tidak menggunakan swasta seperti yang akan dilakukan sebelumnya. Alasannya, Pemprov DKI tidak ingin terikat dengan swasta dan supaya bisa mengatur aturan dan tarif sendiri.
“Kami mau lelang dan putuskan untuk bangun sendiri saja dan tidak mau kerja sama dengan swasta. Silakan kita beli alat supaya bisa ngatur-ngatur, kalau terikat sama swasta harga sekian, mau tidak turunin harganya? Tidak mau dong,” ujar Basuki di Balai Kota, Senin (4/4).
Ia mengatakan, pihaknya ingin menerapkan ERP bukan untuk mencari keuntungan tetapi untuk mengatur lalu lintas supaya volume kendaraan tidak bertumpuk di kawasan tertentu. Bila membangun sendiri, katanya, pihaknya bisa saja mengatur supaya jalan yang dipasangi ERP digratiskan apabila kendaraan yang melintas di sana nyaris tidak ada. Hal tersebut, katanya, tidak bisa dilakukan apabila swasta yang membangunnya dan bisa saja ada ketidaksamaan dimana DKI ingin turun harga sedangkan mereka tidak mau.
“Makanya saya lagi minta ubah. Kalau investasi Rp 2,8 sampai Rp 3 triliun, kenapa kita tidak buat sendiri saja? Nanti hasilnya, baru kita bayarkan untuk investasi,” ujarnya.
Setidaknya, kata Basuki, standard bawah tarif yang diterapkan adalah sebesar Rp 30.000 yang bisa naik hingga Rp 100.000 ke atas atau bahkan gratis jika tak ada kendaraan yang melintas. Ia mencontohkan di hari dan jam tertentu ada dimana kendaraan yang melintas tidak perlu membayar.
“Intinya kita atur volume kendaraan. Jadi, kita atur sudah dapat pola hari apa, jam berapa yang sibuk atau, jalan ini terlalu kosong. Orang pada menghindar karena ada ERP. Nah kita akan turunkan. Di pojok lain, arteri lain, tol macet, kita buang ke ERP semua, maka akan kosong. Kita akan buat display-nya bahwa ini tidak bayar, mereka akan masuk. Itu gunanya kalau kami yang kendalikan,” terangnya.
sumber:beritasatu.com