TOTABUAN.CO-Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diimbau agar menyadari keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dalam rencana institusi tersebut yang akan menyediakan asuransi bagi para nelayan.
Berdasarkan amanat Undang-undang, BPJS Ketenagakerjaan merupakan penyelenggara program jaminan sosial untuk melindungi para pekerja di Indonesia, yang meliputi pekerja formal (pekerja penerima upah) maupun pekerja informal (pekerja bukan penerima upah).
Hal itu ditegaskan Irvan Rahardjo kepada SP, Minggu (6/3) malam. Sebelumnya Sekretaris Jenderal KKP Syarief Widjadja mengungkapkan, asuransi akan diberlakukan bagi seluruh nelayan. Untuk nelayan kecil maka premi asuransi ditanggung negara, dan untuk nelayan yang menjadi Anak Buah Kapal (ABK) di perusahaan, maka premi ditanggung pemberi kerja. Adapun untuk pengelolaan asuransi, rencananya hal ini akan diserahkan pada BUMN asuransi.
Irvan mengatakan, program asuransi sebagaimana yang direncanakan KKP telah ada dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Program BPJS Ketenagakerjaan meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun. “Rencana tersebut harus dikembalikan ke BPJS Ketenagakerjaan. Kita ini masih menghadapi tantangan bagaimana kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dapat diikuti seluruh pekerja informal. saat ini pekerja informal ada sekitar 60 juta orang,” kata Irvan.
Sementara itu, Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Poempida Hidayatulloh, mengatakan, jika pelaksanaan asuransi bagi nelayan tersebut dilakukan melalui BPJS Ketenagakerjaan artinya proses pencairan klaim dan sebagainya ke depan tidak sulit, layaknya proses asuransi sosial. “BPJS Ketenagakerjaan merupakan institusi pemerintah yang diamanahkan untuk melindungi seluruh tenaga kerja. Artinya semua jaminan sosial untuk tenaga kerja Indonesia ya harus diarahkan ke BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.
Terlebih, katanya, asuransi komersial terkadang berlaku asas ex gratia. Pemegang polis, katanya, suka dipersulit dalam proses pencairan klaim. Dan ujung-ujungnya, jika pun dana dicairkan tidak sesuai dengan yang disepakati. “Contohnya saja TKI. Dan itu terjadi berulang-ulang setiap tahunnya,” kata Poempida.
Melihat hal tersebut, iapun berharap jika asuransi yang diberlakukan untuk nelayan ada baiknya menggunakan asuransi sosial. Khususnya untuk mengcover masyarakat yang tidak mampu (Penerima Bantuan Iuran atau PBI).
sumber:beritasatu.com