Jakarta – Kepala Unit Implementasi Kurikulum 2013 Tjipto Sumadi mengatakan, Kurikulum 2013 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memiliki pola evaluasi yang berbeda. KTSP hanya menilai aspek kognitif siswa, sedangkan Kurikulum 2013 memakai pendekatan portofolio untuk mengukur kompetensi siswa.
“Setiap minggu, setiap bulan, ada penilaian terhadap tugas-tugas dan kompetensi siswa. Jadi nilai di rapor bukan tiba-tiba saja muncul, tapi akumulasi dari kompetensi yang siswa lakukan selama di sekolah,” kata Tjipto, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (18/7).
Tjipto menjelaskan, Kurikulum 2013 menghendaki penilaian juga mencakup penilaian proses. Untuk Kurikulum SD, penilaian berbentuk murni deksriptif, sementara untuk Kurikulum SMP dan SMA/SMK penilaiannya berbentuk deskriptif dan kuantitatif (angka).
Terkait implementasi Kurikulum 2013, Tjipto mengakui, jumlah sekolah yang melaksanakan kurikulum baru masih sangat kecil. Di tingkat SD, sekolah sasaran Kurikulum 2013 hanya 2% dari total 148.695 SD. Untuk tingkat SMP hanya 4% dari total 36.434 SMP, dan tingkat SMA/SMK masing-masing sebanyak 10% dari total 11.535 SMA dan 9.875 SMK.
“Tahun 2013 kurikulum diterapkan pada seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Jadi memang prinsipnya, yang penting merata dulu seluruh Indonesia, nanti tahun depan 2014 kita rencanakan seluruhnya,” tandasnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Rochmat Wahab mengatakan, sistem evaluasi dalam Kurikulum 2013 harus berbentuk kuantitatif dan kualitatif. Sebab, penilaian dalam Kurikulum 2013 mengacu kepada tiga aspek yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
“Bagaimana ketiga aspek itu bisa terukur? Pemerintah harus sudah punya konsep. Jangan ujung-ujungnya hanya nilai 1-10 seperti di sekolah kita sekarang,” kata Rochmat di Jakarta, Rabu (17/7).
Rochmat mengatakan, Kurikulum 2013 menuntut siswa bersikap aktif dan berpikir ilmiah. Oleh karena itu, penilaian harus bisa menggambarkan kedua kompetensi tersebut. Dia mencontohkan, jika anak diharapkan berlaku jujur maka guru harus diberikan alat untuk mengukur kejujuran anak.
Salah satu metode penilaian yang bisa dilakukan adalah lewat pengamatan dan inventarisasi perilaku anak. Oleh karena itu, guru harus memiliki kepedulian kepada siswa.
“Apakah anak mengamalkan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari, itu guru harus bisa mengukurnya,” ujarnya.
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ramon Mohandas mengatakan, implementasi Kurikulum 2013 akan dilaksanakan sesuai jadwal. Namun, bila ternyata anggaran yang tersedia kurang pada 2014, maka pemerintah akan mengurangi jumlah sekolah sasaran sebagai pelaksana kurikulum.
Ramon mengatakan, anggaran Kurikulum 2013 untuk tahun 2014 diambil dari dana transfer daerah, bukan dari anggaran pemerintah pusat. Tujuannya agar daerah lebih mudah mengaturnya.
“Kalau tahun ini dari APBN pusat, tapi nanti tahun depan diambil apakah dari dana BOS (bantuan operasional sekolah) atau DAK (dana alokasi khusus),” ujar Ramon.
editor: eka pratama | sumber: suarapembaruan.com, beritasatu.com