TOTABUAN.CO– Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Deding Ishak mendukung perlindungan hak dasar kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Menurut Deding mereka adalah Warga Negara Indonesia seperti kelompok lainnya yang patut dilindungi negara.
“Memang ada kelompok LGBT di Indonesia. Kalau masalah hukum, negara wajib melindungi. Ini clear,” kata Deding dalam diskusi “LGBT, Beda Tetapi Nyata” di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (19/2).
Deding menilai undang-undang telah mengatur perlindungan untuk tiap warga negaranya terhadap hak dasar. Hak yang dimaksud diantaranya hak hidup dan hak mendapatkan pekerjaan yang layak.
“Kalau menuntut untuk hak dasar seperti pendidikan, pekerjaan, bisa saja,” katanya.
Deding juga menekankan tak perlu ada perlakuan berbeda dalam perlindungan hak meski kelompok ini memiliki orientasi seksual yang berbeda dengan mayoritas masyarakat. Pihaknya juga mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang apakah regulasi LGBT ini sudah mengakomidir kebutuhan dasar mereka.
“Saya minta pemerintah untuk lakukan kajian bagaimana instrumen yang bisa dipenuhi negara terkait hak dasar yang tidak bertentangan dengan Pancasila,” katanya.
Tolak Kampanye
Meski demikian, ia jelas menentang apabila kelompok tersebut justru mengajak kaum heteroseksual untuk beralih menjadi homoseksual. “Ketika mengajak dan propaganda jadi pendukung komunitas, ini yang harus dicegah,” katanya.
Hal senada diungkapkan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai. Ia mengatakan selama ini kaum LGBT yang menjadi fakta sosial di Indonesia kerap kali mendapat perlakuan berbeda dan diskriminatif dari kelompok heterogen.
Mereka dianggap menyimpang dan aneh. Alhasil, kelompok ini sulit untuk mendapatkan pekerjaan, pendidikan, dan tidak diterima masyarakat luas dengan terbuka.
“Negara harus memberikan akses luas untuk pendidikan dan pekerjaan. Selama ini mereka hanya bisa melalukan pekerjaan di tempat remang-remang dan salon,” kata Pigai dalam diskusi tersebut.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menurut Pigai, telah melindungi hak konstitusional warga negara Indonesia tak terkecuali kaum LGBT. Setelah ada regulasi tersebut, perlu ada implementasi yang ketat.
Diskriminasi Pekerjaan
Aktivis LGBT Hartoyo menjelaskan selama ini kelompok LGBT yang sudah terbuka ke publik justru didiskrimasi. Contoh nyata dialami oleh pakar sekaligus aktivis Dede Utomo yang telah mengikuti seleksi komisioner Komnas HAM namun terganjal dukungan di DPR.
“Risiko buat saya ketika saya bilang gay, ada resistensi dari orang. Dedi Utomo yang mendaftar komnas HAM, publik tahu dia konpeten tapi dia tidak lolos di DPR karena dia gay, terbuka, dan aktivis,” kata Hartoyo.
Hartoyo juga mengalami hal serupa ketika Lembaga Swadaya Masyarakat Our Voice yang ia geluti justru harus terlunta lantaran macetnya aliran dana dari para pendonor akibat larangan dari pemerintah. Bentuk perlakuan diskriminasi inilah yang perlu dihindari.
Hartoyo pun kini tengah melakukan kajian terkait kekerasan dan diskriminasi di Indonesia. Nantinya kajian ini juga bakal diajukan sebagai naskah akademik untuk mengusulkan UU Antikekerasan Berbasis Orientasi Seksual dan Gender.
“Misal ada laki-lakj gondrong pakai anting tidak bisa didiskriminasi. Ada perempuan macho dan maskulin tidak bisa didiskriminasi,” katanya.
Harapannya, masyarakat Indonesia menjadi lebih terbuka dan menghormati keberadaan kaum LGBT.
Sumber:cnnindonesia.com