TOTABUAN.CO-Sejumlah pengamat ekonomi menilai penguatan nilai tukar rupiah beberapa waktu terakhir sudah cukup memberikan ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuannya (BI Rate) sebesar 25 bps.
Ekonom DBS Group Gundy Cahyadi mengatakan penguatan rupiah tersebut didukung oleh laju inflasi awal tahun yang cukup terkendali sehingga mampu memberikan peluang BI rate turun setelah sempat dipangkas Januari lalu.
“BI pasti akan memanfaatkan kesempatan ini untuk membantu pertumbuhan ekonomi awal tahun,” ujar Gundy dalam risetnya, Rabu (16/2).
Selain indikator makro tersebut, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) juga menjadi pertimbangan bank sentral dalam mengambil kebijakan suku bunganya. Posisi CAD Indonesia sendiri selama tahun 2015 tercatat sebesar 2,06 persen dari PDB, menyempit jika dibandingkan dengan posisi CAD tahun 2014 yang mencapai 3,1 persen dari PDB.
Dia memperkirakan CAD berpotensi kembali melebar mengingat harga komoditas global yang cenderung dalam tren menurun.
Namun, peluang pelonggaran moneter juga menghadapi tantangan besar seiring dengan rencana pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Bank Sentral Amerika Serikat pada Maret mendatang.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan ada kemungkinan dalam pertemuan mendatang, The Fed tidak akan menaikan suku bunga acuannya (Fed Rate) mengingat data ekonomi AS belum menunjukan perbaikan secara signifikan.
“Saya melihatnya BI rate ekspektasinya tetap di level 7,25 persen dengan suku bunga Deposit Facility 5,25 persen dan Lending Facility pada level 7,75 persen. Kami melihat BI akan melakukan assessment terhadap hasil rapat FOMC bulan Maret 2016 yang selama ini masih belum jelas terhadap arah kebijakan suku bunga AS,” ujar Josua.
Menurut Josua, ada kemungkinan inflasi pertengahan tahun juga akan melonjak menjelang bulan suci Ramadhan. Namun rencana perubahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh pemerintah di bulan Maret diharapkan mampu menekan inflasi.
Oleh sebab itu, lanjutnya, pelonggaran moneter BI baru bisa ditunjukan pada dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan Maret mendatang. Sebagai manuver awalnya, BI pun diprediksi kembali menurunkan batas Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan di bank sentral.
“BI berpotensi akan melonggarkan kebijakan moneternya dalam RDG bulan Maret setelah pemerintah memberi sinyal terlebih dahulu untuk kembali lagi menurunkan harga BBM (premium dan solar) dengan mempertimbangkan harga acuan minyak dalam negeri (ICP) juga sudah turun di bawah US$30/barrel,” ujar Josua.
Sebagai informasi, BI akan menggelar RDG mulai hari ini Rabu (17/2) hingga Kamis (18/2). Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2016 penyelenggaraan RDG Bulanan dilaksanakan selama dua hari.
Untuk RDG Bulanan hari pertama dilaksanakan untuk memperdalam hasil kajian sektor moneter termasuk materi ekonomi regional (perkembangan ekonomi dari berbagai daerah di seluruh Indonesia), sektor stabilitas sistem keuangan, sektor sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah, serta mengintegrasikan opsi-opsi bauran kebijakan yang akan ditempuh Bank Indonesia.
Selanjutnya, RDG Bulanan hari kedua dilaksanakan untuk menetapkan bauran kebijakan Bank Indonesia.
Sumber:cnnindonesia.com