TOTABUAN.CO-Perbincangan di warung soto itu berlangsung alot. Sang pemilik nampaknya pasrah usai pendapatannya anjlok.
“Wes tho mas (sudahlah mas), ra usah (enggak usah) ditulis. Entek (habis) pelangganku,” kata Marzuki.
Warung sotonya cukup tenar di Jalan Parangtritis, Bantul, Yogyakarta. Soto Marzuki, begitu nama terpampang di depan warungnya. Sudah bertahun-tahun dia menyediakan penawar buat perut-perut yang keroncongan. Namun kini dia diterpa kabar tak sedap, lantaran dianggap menjual menu dengan bahan baku oplosan antara daging sapi dan babi.
Kasi Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul, Witanta mengatakan, sudah tiga kali menemukan campuran daging babi pada soto dijajakan di warung Soto Marzuki. Namun, kata dia, setelah mendapat surat teguran, pemilik hanya mematuhi sekitar tiga sampai empat bulan. Setelah itu, si pemilik mengulangi lagi perbuatannya. Tempat itu belum juga ditutup meski petugas sudah berkali-kali menemukan kandungan babi dalam soto itu.
“Untuk itu kami mengimbau masyarakat lebih waspada saja. Apalagi secara kasat mata tidak bisa dibedakan ketika sudah dimasak, apakah itu daging sapi atau daging babi,” kata Witanta di Bantul.
Witanta mengatakan, dia tidak mempermasalahkan kalau warung Soto Marzuki menjual hidangan berbahan daging babi, asal menunjukkan secara terang-terangan dengan papan nama. Namun selama ini warung Soto Marzuki hanya menunjukkan menjual soto daging sapi.
“Pedagang yang mengoplos dagangannya dengan daging babi tidak hanya ini saja. Namun ada lagi, yaitu Muji, pedagang bakso di Srandakan. Bahkan pada 2014, keluarganya juga terjaring kasus yang sama,” ujar Witanta.
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, belum berencana menutup warung Soto Marzuki, meskipun melanggar Undang-Undang keamanan pangan. Yakni dagingnya terbukti oplosan sapi-babi.
“Untuk penutupan warung belum akan dilakukan, karena kami akan persuasif dulu dalam rangka pembinaan agar jangan terulang lagi,” kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul, Agus Rahmat Susanto.
Agus membenarkan warung Soto Marzuki disangka melanggar UU keamanan pangan asal hewan. Dia sudah memberikan surat teguran kepada pemilik warung soto pada 18 Januari 2016, menindaklanjuti surat dari Balai Pengembangan Bibit Pakan Ternak dan Diagnostik Kehewanan DIY, tentang hasil pengujian sampel daging dalam soto yang positif mengandung babi.
Menurut Agus, wewenang melakukan penindakan berupa penutupan usaha karena melanggar berada di ranah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Sementara dia hanya persuasif.
“Kami juga belum berencana melakukan koordinasi dengan Satpol PP,” ujar Agus.
Meski demikian, Marzuki mengaku tidak tahu jika ada daging babi dalam kuliner dijajakannya. Dia mengatakan, selama ini menggunakan daging sapi dibelinya di salah satu pasar tradisional di Yogyakarta. Dia pun sudah lama berlangganan dan tidak pernah ada masalah.
“Saya tidak mencampuri. Saya beli dagingnya di Beringharjo. Saya juga sudah percaya dengan yang berjualan daging,” kata Marzuki saat ditemui wartawan di rumahnya.
Marzuki mengaku sudah delapan tahun berlangganan daging sapi di penjual yang sama. Karena itu dia pun tidak tahu jika ada campuran daging babi.
“Saya enggak tahu. Selama ini sudah langganan di sana dan saya percaya tidak ada campuran,” ujar Marzuki.
Akibat temuan itu, Marzuki berhenti berjualan sementara sejak 19 Januari lalu. Menurutnya, selama ini dia membeli daging seharga Rp 70 ribu per kilogram.
“Daging kelas tiga yang saya beli. Kalau yang kelas satu lebih mahal,” ucap Marzuki.
Marzuki berharap dia bisa melanjutkan bisnis kecilnya itu. Sebab hanya itu yang bisa dilakukannya buat menghidupi keluarganya.
“Harapannya bisa jualan seperti semula. Ini penghasilan satu-satunya,” tutup Marzuki.
Marzuki juga mempertanyakan pengambilan sampel soto di warungnya. Sebab selama ini tidak pernah ada petugas dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul datang ke warungnya secara resmi.
“Saya enggak tahu prosesnya, kapan petugas itu datang, lalu kapan tes itu dilakukan,” sambung Marzuki.
Menurut Marzuki, jika mengambil sampel secara diam-diam, lalu melakukan tes tanpa sepengetahuan pemilik warung, bagaimana bisa proses itu bisa diawasi. Sebab bisa saja ada pihak membeli sembunyi-sembunyi, kemudian mencampur daging babi sebelum dites.
“Kami enggak tahu. Tahu-tahu ada surat itu. Jangan-jangan ada orang yang tidak senang, lalu mencampur dengan daging babi, baru kemudian dites. Itu siapa yang bisa memastikan prosesnya berjalan benar? Harusnya kan juga ada surat atau bilang kalau mau ambil sampel,” keluh Marzuki.
Marzuki mengaku tidak pernah menggunakan daging babi. Dia dan istrinya bahkan berani bersumpah.
“Sumpah saya tidak pernah. Saya ini mikir siapa yang tega melakukan ini. Kami baru saja didatangi polisi, mereka dapat kabar kalau warung kami dibakar. Isunya sudah sampai seperti itu,” imbuh Marzuki.
Sumber:merdeka.com