TOTABUAN.CO-Presiden Joko Widodo (Jokowi) mungkin kesal. Setahun masa pemerintahannya berjalan, belum ada perubahan yang signifikan dalam kemudahan menjalankan bisnis di dalam negeri. Semua pihak pun kembali dipanggil untuk ketiga kalinya ke Istana Negara.
Rapat kabinet terbatas yang digelar kemarin, menghadirkan hampir semua menteri di kabinet kerja. Terutama yang berada di bawah koordinator bidang perekonomian dan maritim.
Tidak hanya itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad juga dihadirkan. Termasuk juga Direktur Utama PLN, Sofyan Basir.
Dalam pembukaan rapat, Jokowi mengingatkan kembali soal peringkat Indonesia dalam ease of doing business atau kemudahan berusaha yang dirilis oleh Bank Dunia. Indonesia menempati peringkat 109 dari total 189 negara yang disurvei.
Dibandingkan tahun sebelumnya, memang ada peningkatan. Namun masih tipis. Dari peringkat 120 ke 109. Jokowi mengaku tidak puas dengan hasil tersebut.
“Kalau penurunan kita hanya seperti ini terus, untuk masuk ke ranking seperti Singapura yang rankingnya 1 dan Malaysia itu rankingnya 18. Jadi berapa tahun kita baru sampai,” ujar Jokowi di hadapan para undangan yang hadir.
Rapat yang berlangsung selama dua jam tersebut memutuskan bahwa tahun depan, Indonesia harus bisa maju ke peringkat 40. Untuk kawasan Asia Tenggara, diharapkan setidaknya melewati Thailand yang berada di peringkat 49.
“Saya minta rankingnya di bawah 40. Caranya bagaimana? Bukan urusan saya, ini urusan para menteri dan urusan kepala BKPM, urusan Gubernur, urusan BUMN. Saya memberi target itu,” tegas Jokowi.
Dipaparkan lebih rinci data-data yang dirilis Bank Dunia, membandingkan Indonesia dengan Singapura dan Malaysia.
Ada 10 indikator dalam kemudahan berbisnis:
1. Kemudahan memulai usaha
Indonesia di peringkat 173, karena harus melewati 13 prosedur dengan waktu 46 hari dan biaya yang besar. Malaysia di peringkat 14, karena cukup dengan 3 prosedur dan waktu selama 4 hari.
Sementara Singapura ada di peringkat 10. Prosedurnya sama dengan Malaysia, namun lebih singkat, karena cukup selama 2 hari.
2. Izin mendirikan bangunan
Indonesia berada di peringkat 107, sebab selama puluhan hari harus melewati 17 prosedur dengan waktu 201 hari. Malaysia berada di peringkat 15, karena hanya harus melewati 15 prosedur dengan catatan waktu 79 hari.
Singapura ada di peringkat 1, karena cukup dengan 10 prosedur dan waktu yang dihabiskan 26 hari.
3. Kelistrikan
Indonesia ada di peringkat 46. Bagi perusahaan yang ingin mendapatkan listrik, maka melewati 5 prosedur dengan waktu 79 hari. Malaysia di peringkat 13, karena cuma dengan 5 prosedur dan waktu 32 hari. Biaya yang dikeluarkan juga lebih rendah dari Indonesia.
Singapura, lebih baik dengan peringkat 6. Perusahaan cukup lewati 4 prosedur dan waktu 31 hari.
4. Pendaftaran properti
Indonesia ada di peringkat 131. Sebanyak 5 prosedur yang harus dilewati dengan waktu 25 hari. Malaysia ada di urutan 38 dengan jumlah prosedur sebanyak 8 dan waktu yang diperlukan 13 hari.
Singapura berada di posisi 17, dengan 4 prosedur dan 4,5 hari untuk waktu yang diperlukan mendaftarkan properti.
5. Akses kredit
Indonesia berada di peringkat 70. Karena masih banyak prosedur yang harus dilewati untuk mendapatkan informasi.
Malaysia ada pada peringkat 28 dan Singapura ada di peringkat 19. Kedua negara cukup baik dalam pengelolaan sistem informasi agar lebih mudah digunakan dunia usaha.
6. Perlindungan terhadap investor minoritas
Indonesia ada di urutan 88. Penyebabnya adalah beberapa aturan yang diterbitkan oleh regulator tidak mampu melindungi investor minoritas.
Sedangkan Malaysia berada pada urutan 4 dan Singapura di urutan pertama. Indikatornya terlihat pada indeks regulasi yang mampu melindungi investor minoritas.
7. Pembayaran pajak
Indonesia berada di peringkat 148. Indikator dapat terlihat dari kerumitan dalam pembayaran pajak dan besarnya tarif yang dipungut oleh pemerintah dibandingkan negara lain.
Malaysia mampu lebih maju dari Indonesia dengan peringkat 31. Pemerintah Malaysia mampu membangun sistem online yang memudahkan wajib pajak.
Singapura tentunya mendekati sempurna dengan peringkat 5. Keunggulan Singapura juga pada sistem dan pengenaan tarif terhadap wajib pajak.
8. Perdagangan lintas negara
Indonesia dalam hal ini berada di peringkat 105. Ini dikarenakan waktu pengurusan berbagai administrasi masih sangat lama dan biaya yang dikeluarkan juga terlalu tinggi.
Malaysia di peringkat 49, karena mampu memproses aktivitas perdagangan lebih cepat, meskipun biayanya masih cukup tinggi dibandingkan negara-negara lain.
Singapura, ternyata juga tidak berbeda jauh dari Malaysia. Peringkatnya berada sedikit di atas, yaitu 41.
9. Penegakan kontrak
Indonesia masih cukup buruk dalam penegakan kontrak, dengan peringkat 170. Indikatornya adalah dari waktu yang dihabiskan 460 hari dan indeks kualitas peradilan yang masih lemah.
Malaysia ada di peringkat 44 dengan waktu penyelesaian 425 hari dan indeks kualitas peradilan yang lebih baik dibandingkan Indonesia.
Singapura hanya butuh waktu 150 hari dalam hal ini dengan kualitas peradilan yang hampir sempurna. Singapura berada di peringkat pertama.
10. Penyelesaian kepailitan
Indonesia ada di urutan ke 77. Persoalannya lebih kepada sisi aturan yang diterbitkan oleh beberapa regulator.
Malaysia berada pada urutan 45 dan Singapura di 27. Penyusunan regulasi memang menjadi indikator untuk kedua negara memberikan pelayanan penyelesaian kepailitan bagi perusahaan.
Sumber:detik.com