TOTABUAN.CO BOLTIM–Walau biaya kampanye pasangan calon kepala daerah sepenuhnya ditanggung KPU, namun tradisi politik uang nampaknya masih menjadi momok dalam perhelatan Pilkada di Kabupaten Bolmong Timur (Boltim).
Pengamat politik dari Lintas Komunitas Research, Muhammad Jabir, menyatakan, bahwa praktek politik uang merupakan ritual yang harus dipenuhi setiap kontestan dalam hajatan demokrasi.
“Persaingan ketat memaksa kandidat atau tim pemenangan untuk melakukan segala cara yang dianggap mampu meningkatkan dukungan pasangan calon saat pemilihan, termasuk praktek jual beli suara,” katanya Jumat (04/12) .
Berkaca dari pengalaman pilkada disejumlah daerah, lanjut dia, Pilkada Boltim dianggap cukup rentan dengan upaya sogok menyogok. Hal ini tidak lepas dari peta politik terkini yang korelasinya bertepatan dengan agenda pemilihan gubernur.
“Biasanya penyebaran politik uang ini dikemas secara canggih oleh tim pemenangan. Malah penyalurannya kerap memanfaatkan sejumlah elemen, seperti oknum aparat keamanan, penyelenggara, oknum pegawai bahkan lewat tim survey,” terangnya.
Jabir memprediksi tindakan praktek uang ini terjadi dihampir lima kecamatan yang ada di Boltim. Namun demikian, Kecamatan Nuangan dan Modayag paling potensial munculnya indikasi politik uang oleh tiga kandidat nanti.
“Kedua kecamatan ini paling ideal karena jumlah pemilihnya cukup banyak. Nominal jual beli suara, dapat kita prediksi mencampai Rp 500 ribu sampai Rp 750 ribu,” bebernya.
Penyelenggara pemilu, menurut dia, harus bertindak berani dan tegas mengantisipasi dugaan praktek politik uang dalam Pilkada Boltim.
“Dibutuhkan penyelenggara yang tegas dan berani. Jika tidak, tradisi politik uang ini akan sulit dihilangkan dalam setiap pilkada,” tandasnya. (Fac)