TOTABUAN.CO- Kebanyakan orangtua tak pernah bermimpi bakal memberikan ganja ke anak-anaknya. Namun pasangan Oregon mengatakan satu-satunya yang bisa membantu putranya yang berusia 11 tahun hanya ganja.
Alex Echols menderita Sclerosis Tuberous, kelainan genetik langka yang menyebabkan pertumbuhan jaringan di dalam organnya tidak teratur. Pertumbuhan di otak Alex telah menyebabkan kejang dan autisme.
Demikian pernyataan dari Ahli Saraf kepada KPTV Oregon seperti dikutip DailyNews, Senin (28/1/2013),
“Alex tidak bisa berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan itu mengarahkannya kepada perilaku yang sangat frustasi bagi dia dan bagi mereka yang mempedulikannya,” ujar Dr Colin Roberts, Ahli Saraf Anak di Rumah Sakit Doernbecher Children di Portland.
Alex mulai kejak ketika berusia 2 bulan. Kondisi itu menjadimeningkat ketika berusia 3 tahun ketika ia mulai mengalami episode kemarahan parah yang menyebabkannya suka melukai diri sendiri.
Pada usia 5 tahun, Alex mulai memperlihatkan perilaku kekerasan termasuk menyerudukkan kepalanya, memukul dan mencakar dirinya sampai memar dan berdarah. Tak ada pengobatan yang tampaknya bisa membantunya.
Ketika ia berusia 8 tahun, orangtua Alex kewalahan dan membuat keputusan memilukan untuk mengirimkan anaknya ke rumah kelompok.
“Alex memerlukan pengobatan yang setiap keluarga lakukan yakni ke psikiater dan kami
mencoba terapi perilaku pribadi,” kata ibunya Karen menulis di halaman Facebooknya.
“Kami mencoba berenang untuk beberapa waktu, kami memiliki ruang khusus sensorik yang dibangun di garasi, dan kami melakukan beberapa hal di rumah dan di sekolah dengan teknik komunikasi untuk mencoba dan membantunya memberitahu kami apa yang ia butuhkan sebelum ia marah. Kami mencoba banyak hal sebelum kita memasukkannya ke rumah kelompok”.
Pengobatan ganja tak pernah terpikirkan di benak Echols sampai melihatnya di berita televisi yang berisi kisah seorang anak autis di California yang memetik manfaat dari ganja.
Oregon juga memiliki program medis ganja dan Alex sudah disetujui pada 2010. Dia adalah salah satu dari 58 anak di bawah umum yang ada dalam program tersebut. Menurut KPTV, kondisi kejang, bukan autismenya merupakan kondisi medis kualifikasi.
Sekitar tiga kali seminggu, orang tuanya perjalanan ke rumah kelompok Alex untuk memberinya bentuk obat cair.
Setelah beberapa bulan, ayahnya Jeremy mengatakan Alex menunjukkan perubahan.
“Berubah sepenuhnya, berteriak, menjerik, wajahnya berdarah, dari satu jam, satu jam setelah, ia akan bermain dengan mainan, menggunakan tangannya. Sesuatu yang pada waktu itu hampir tak pernah terjadi”.
Orangtua Alex mengakui pengobatan mungkin telah memberikan harapa, meski belum menyembuhkan gejalanya.
“Saya pikir cerita ini telah menghasilkan beberapa kebingungan. Cannabis telah membantu Alex. Tapi kami tidak mencobanya hingga situasi benar-benar mengerikan,” tulis Echols dalam halaman Facebooknya.
“Ganja tampaknya membantu Alex, tapi tidak menyembuhkannya dari kemarahannya. Kami telah melihat keuntungan berkali-kali. Tapi dia masih mengalami dalam berhari-hari ketika tak ada yang membantunya, ia masih sangat berbahaya,” ujarnya.
“Pertempuran kami sekarang adalah berbagi cerita dan mendorong menetapkan undang-undang federal sehingga suatu hari rumah kelompok mampu dan bersedia dengan obat dengan dosis Alex yang kita lihat sudah bekerja,” pungkasnya.(Mel/Igw)
Sumber;Liputan6.com