TOTABUAN.CO— Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) akhirnya turun tangan langsung untuk mencegah pelemahan rupiah lebih parah akibat pengaruh global yang semakin tidak menentu. Untuk memperkuat rupiah, Jokowi menyiapkan satu paket kebijakan besar yang akan dikeluarkan pada minggu depan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, ada dua poin tujuan inti dalam paket kebijakan tersebut. “Tujuannya adalah, Pertama untuk memperlancar kegiatan ekonomi. Kedua mendorong masuknya valuta asing dari luar,” kata Darmin di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (27/8/2015).
Untuk itu, pihaknya bersama beberapa menteri dan kepala lembaga terkait tengah berkoordinasi untuk segera merampungkan paket kebijakan, terutama dalam penguatan rupiah tersebut.
Dikatakan Darmin, sebenarnya paket kebijakan tersebut tidak hanya mengenai penguatan rupiah, ada beberapa poin lain yang menurutnya tidak kalah penting untuk pembangunan ekonomi Indonesia.
“Mungkin tidak harus semua selesai minggu depan, tetapi paling tidak sebagian besarnya itu sudah keluar pada minggu depan. Ini menyangkut sektor riil, ini menyangkut keuangan, ada yang menyangkut deregulasi, ada yang menyangkut kebijakan baru, tax holiday,” papar Darmin.
Untuk diketahui, Presiden Jokowi mengadakan pertemuan dengan Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, dan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution pada Kamis 27/8/2015) pagi.
Agenda pembahasan dalam pertemuan tersebut antara lain membahas mengenai kondisi ekonomi Indonesia di tengah goncangan perekonomian dunia termasuk juga mengenai pelemahan rupiah.
Dampak Pelemahan Rupiah
Pelemahan rupiah yang terjadi sejak awal tahun ini telah berdampak kepada sektor riil. Ketua Himpunan Pengusaha Peribumi Indonesia (HIPPI) Sarman Simanjorang mengungkapkan, pengusaha tahu tempe mulai gelisah dikarenakan bahan baku mereka yang berupa kedelai mayoritas masih impor.
“Pengusaha tahu tempe mengeluh karena bahan baku mereka tergantung kedelai, ini merupakan pukulan,” kata Sarman.
Pukulan tersebut dikarenakan, saat rupiah terus melemah terhadap dolar AS mengakibatkan harga kedelai semakin melonjak. Harga kedelai yang tinggi inilah yang secara langsung mempengaruhi tingkat produksi para pengusaha tahu dan tempe.
Mahalnya harga kedelai tersebut diperparah dengan menurunnya daya beli masyarakat yang menurun akibat perlambatan ekonomi Indonesia yang pada kuartal II 2015 hanya 4,6 persen.
Selain itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia, Aziz Pane mengakui bahwa industri ban juga tengah terpuruk akibat pelemahan nilai tukar rupiah mengingat porsi komponen lokal dari sebuah produksi ban hanya 15 persen, sementara sisanya impor yang harus dibeli dalam dolar AS.
“Kalau begini terus, bisnis bisa anjlok. Sekarang ini sudah hampir anjlok, bagaikan di ujung tanduk. Padahal industri ini menyerap 80 persen karet alam, menciptakan lapangan kerja buat petani dan ada multiplier effect,” ujar dia.
Gambaran Aziz terhadap prospek industri ban nasional di tengah sulitnya kondisi ekonomi domestik dan global buram. Dia sulit memperkirakannya, meski saat krisis moneter 1998, perusahaan ban mampu lolos dari badai besar tersebut. “Saat krismon 1998, industri ini tahan banting. Semua masih bisa lolos. Tapi tidak tahu kalau sekarang,” kata dia
Sumber;liputan6.com