TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU—Para pedagang yang ada di pasar Serasi Kotamobagu gelisah dengan jualan mereka. Mendekati lebaran pembeli masih terlihat sepi. Harapan untuk meraup untung di masa Puasa dan Lebaran tahun ini tak seindah yang mereka bayangkan.
Beberapa pedagang kebutuhan pokok kompak ramai-ramai mengeluh soal omzet mereka hingga mencapai 50 persen. Mereka menduga hal ini sebuah anomali atau di luar dari kebiasaan dari tahun-tahun sebelumnya.
“Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Pembeli ramai yang datang,” keluh Irma pedagang yang sehari-hari menjual kebutuhan pokok ketika ditemui di pasar Serasi Rabu (8/7).
Ibu paroh baya itu mengaku bingung apa yang membuat penjualannya di Puasa saat ini lesu. Dibandingkan tahun sebelumnya, penjualan saat Lebaran tahun ini sangat tak sebanding.
Sementara itu, Ningsih seorang pedagang sayur juga mengeluhkan hal yang sama. Ia mengaku penjualan sayur turun drastis rata-rata menukik tajam hingga 50% dibandingkan tahun lalu.
“Menjelang 10 hari terakhir biasanya pasar ramai, banyak pengunjung. Dibanding tahun lalu omzet turun bisa setengahnya. Jam segini belum balik modal, cuma bisa putar buat belanja lagi,” keluh Ningsih
Ningsih hanya bisa menduga-duga soal kelesuan penjualan sayur mayurnya. Namun yang jelas faktanya dirinya dan rekan-rekannya sesama pedagang mengalami hal yang sama.
Kondisi pasar yang sepi, dibarengi dengan kenaikan harga daging ayam. Jika sebelumnya hanya Rp 40 ribu perekor naik menjadi Rp 65 ribu perekor dalam hitungan sepekan. “Pasar sepi, ditambah musim anak masuk sekolah, kan jadi makin sepi,” katanya.
Penurunan omzet pedagang pasar dipicu oleh beberapa faktor. Pertama, terjadinya penurunan daya beli masyarakat akibat situasi ekonomi saat ini. Pada kuartal I-2015 telah terjadi penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan Tarfi Daftar Listrik (TDL).
Kedua, makin maraknya kampanye negatif terhadap pasar tradisional. Contoh saja, isu beras plastik yang berakibat turunnya omzet pedagang beras di pasar. Rakyat seperti dihantui ketakutan untuk belanja beras di pasar tradisional. Kampanye negatif ini menggiring konsumen untuk lari dari pasar tradisional.
Selain itu ketidakstabilan harga barang kebutuhan pokok jelang Ramadhan karena lambannya penanganan pemerintah dalam menahan laju kenaikan harga kebutuhan pokok turut andil dalam situasi ini. Kenaikan harga ini selalu terulang jelang Ramadhan, namun upaya antisipasi lamban, ujar Efendy Abdul Kadir warga Kotamobagu. (Has)