TOTABUAN.CO — Hingga akhir April, beras yang telah diserap Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) baru sekitar 450 ribu ton, masih setengah dari penyerapan di periode yang sama pada tahun lalu.
“Penyerapan periode yang sama di tahun lalu sekitar 900 ribu ton. Itu karena penyerapan sudah dilakukan sejak bulan Februari. Untuk tahun ini penyerapan baru dilakukan pada akhir Maret setelah keluar Inpres 5 Tahun 2015 pada tanggal 17 Maret,” ujar Direktur Pelayanan Publik Bulog Lely Pelitasari di Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Lely menegaskan, Bulog akan melakukan berbagai cara untuk meningkatkan penyerapan beras dari petani oleh Bulog. “Kita akan cari ke daerah-daerah yang selama ini belum pengadaan seperti di Lampung. Ada daerah yang belum tersentuh karena lokasinya jauh dari gudang kita,” tukasnya.
Selain itu, Bulog akan mengupayakan tempat penggilingan yang belum menjadi mitra kerja Bulog untuk bekerja sama. Kemudian, Bulog juga membuat gudang jarak jauh sehingga beras-beras yang diserap tidak perlu langsung dibawa ke gudang induk Bulog dan bisa disimpan di gudang-gudang milik penggilingan.
“Penggilingan yang punya gudang sendiri bisa disimpan di gudang-gudang mereka dengan aturan-aturan yang ada di kita. Itu bisa menghemat ongkos dan menjadi kompensasi harga beras yang mungkin tidak pas dengan harga pembelian pemerintah (HPP),” cetusnya.
Hambatan tidak maksimalnya penyerapan beras karena kadar air yang melebihi 25 persen sehingga harus dikeringkan agar bisa memenuhi standar untuk masuk ke gudang-gudang Bulog. “Itu dibutuhkan dryer (pengering) yang menjadi kesulitan di lapangan. Alat-alat pengering Bulog terbatas. Lebih banyak mitra penggilingan yang punya,” ucap dia.
Hingga akhir bulan Mei mendatang, Lely mengatakan, target serapan Bulog untuk mencukupi kebutuhan enam bulan ke depan dengan asumsi kebutuhan per bulan sebesar 250 ribu ton.
Sementara itu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan pemerintah telah menambah anggaran untuk merevitalisasi sebanyak 1.380 penggilingan kecil. Pada tahun lalu, anggaran untuk penggilingan sebesar Rp41 miliar dan meningkat menjadi Rp600 miliar di tahun ini.
“Apabila revitalisasi ini berhasil, maka Indonesia tidak perlu impor. Losses dalam penggilingan dan pengeringan beras per tahun sebanyak 3,3 juta ton. Apabila bisa dikurangi menjadi hanya 2 juta ton, maka kita sudah bisa swasembada beras tanpa perlu impor,” katanya.
Amran mengimbau Bulog agar lebih jeli dan kreatif dalam menyerap produksi beras petani. Terkait masalah tingginya kadar air, masih bisa disiasati dengan melakukan kerja sama bersama penggilingan-penggilingan kecil yang ada.
Lebih lanjut, Amran mengatakan hambatan utama dalam melakukan swasembada pangan adalah maraknya irigasi yang rusak dan sudah terjadi bertahun-tahun. Ada sekitar 3 juta ha lahan pertanian yang rusak akibat buruknya irigasi yang ada.
Menurutnya, perbaikan irigasi dan penyaluran pupuk tepat waktu dapat meningkatkan produksi padi sekitar 3-4 juta ton. “Itu akan kami selesaikan tidak lebih dari dua tahun,” pungkasnya.
sumber : metrotvnews.com