TOTABUAN.CO — Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti bertekad untuk memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Salah satu caranya adalah dengan menetapkan SOP (standard operating procedure) terhadap penanganan perkara yang menjerat golongan ‘pinggiran’ di masyarakat, yakni kaum miskin, anak-anak dan penyandang disabilitas.
“Kasus-kasus yang mengusik rasa keadilan itu sudah saya instruksikan penanganan khusus. Instruksinya tegas. Misalnya kasus Nenek Asyani. Ke depan mudah-mudahan tidak ada lagi itu yang seperti itu,” ujar Badrodin ketika berbincang santai dengan wartawan di ruangannya, Kamis (23/4/2015).
Jika menemukan kasus serupa dengan Nenek Asyani, polisi wajib lakukan mediasi antara pelaku dengan korban dengan melibatkan tokoh masyarakat, entah kepala desa atau tokoh agama.
Tujuan mediasi adalah demi memberi pemahaman hukum kepada si pelaku dan korban yang berorientasi kepada jalur damai. Artinya, tidak membawa perkara itu ke jalur hukum.
Jika masih ada dari kedua belah pihak yang bersikukuh bahwa perkara itu dibawa ke jalur hukum, kepala satuan wilayah setempat harus melaksanakan gelar perkara bersama dengan melibatkan korban, pelaku dan para tokoh masyarakat. Kepala satuan wilayah yang dimaksud yakni Kepala Polsek atau Kepala Polres.
“Tujuan dari gelar perkara bersama itu adalah untuk memperjelas pokok persoalan. Salah satunya dilihat, apakah ada solusi lain selain menempuh jalur hukum atau tidak. Dari gelar itulah dinilai,” ujar Badrodin.
Jika mediasi dan gelar perkara bersama tidak membuahkan hasil, terpaksa kasus tersebut dibawa ke ranah hukum. Badrodin mewanti-wanti agar polisi tidak melakukan penahanan terhadap pelaku hingga berkas perkaranya dilimpahkan ke penuntut umum dengan jaminan oleh kuasa hukum atau pihak keluarga.
“Penanganan ini dilakukan pada perkara yang menyebabkan kerugian kecil, motifnya adalah bertahan hidup dalam artian kemiskinan, kasusnya dilakukan anak-anak, lansia dan penyandang disabilitas. Arahan saya jelas dan tegas seperti itu,” ujar Badrodin.
Badrodin telah memperkirakan ekses buruk dari kebijakannya tersebut. “Saya contohkan, Perhutani punya kebun jati. Orang kampung ambil satu jati saja selesai masalah. Tapi kalau yang ambil satu orang di seluruh kampung? Kan pemerintah yang susah,” ujar Badrodin.
Oleh sebab itu, ia berharap polisi di daerah melaksanakan SOP penanganan perkara sesuai arahannya dengan tepat dan terukur. Tujuannya supaya masyarakat mendapatkan pendidikan soal tanggungjawab di dalam hukum.
Badrodin juga memastikan memberi sanksi kepada personel Polri yang tidak dapat melaksanakan SOP tersebut dengan benar.
sumber : kompas.com