TOTABUAN.CO – Sebanyak 641 orang meninggal akibat serangan virus dengue sepanjang tahun 2014. Sementara ilmuwan terus bertarung untuk mendapatkan vaksin serta dokter berjuang menyelamatkan pasien, wajah populasi virus dengue berubah, yang mendominasi adalah yang lebih ganas.
Benediktus Yohan, peneliti di Laboratorium Dengue Lembaga Eijkman mengungkapkan, salah satu perubahan dijumpai dalam hasil risetnya di wilayah Makassar.
Virus dengue terbagi jadi 4 serotipe, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Setiap serotipe bisa memiliki beberapa jenis genotif atau subtipe. Serotipe dan genotif yang mendominasi di tiap daerah berbeda-beda.
Di Makassar, semula jenis virus dengue yang mendominasi adalah serotipe DENV-1 dan genotif 4. Namun, saat ini mulai berubah.
Yohan dan rekannya melakukan penelitian pada 455 pasien, sebanyak 27,2 secara molekuler terkonfirmasi menderita dengue. Analisis genetik dilakukan untuk mengetahui jenis virus dengue yang menyerang.
Hasil penelitian menunjukkan perubahan virus yang mendominasi. “Genotif 1 mengalahkan genotif 4,” katanya.
“Kami berhasil mengonfirmasi secara in vitro bahwa satu genotif lebih fit dibanding yang lain,” imbuhnya kepada Kompas.com di sela seminar Dengue and Other Emerging Viruses: Confronting the Threats with New Technologies di Jakarta, Senin (23/3/2015).
Genotif 1, menurut Yohan, tumbuh lebih cepat sehingga lebih virulen, lebih ganas. Dominasi virus dengue genotif itu patut diwaspadai.
Secara terpisah, Ketua Institute for Tropical Disease di Universitas Airlangga mengatakan bahwa perubahan dominasi virus dengue yang beredar juga dijumpai dalam risetnya di Surabaya.
“Di Surabaya semula (sejak tahun 1989 hingga Mei 2010) yang ganas DENV-2. Tapi sejak Juni 2010 yang ganas di Surabaya DENV1 subtipe 4,” katanya.
Riset Atsushi Yamanaka, Kris C Mulyatno dan peneliti lain dari Institut for Tropical Disease di Universitas Airlangga yang dipublikasikan di jurnal PLOS ONE pada 7 November 2011 juga mengungkap bahwa genotif 1 mendominasi, mengalahkan genotif 4.
Nasron mengungkapkan, perubahan itu harus diwaspadai oleh para dokter. “Kalau diketahui yang mendominasi genotif 1, dokter harus lebih waspada.”
Selain itu, Nasron mengungkapkan perlunya surveillance di wilayah Indonesia secara berkala sehingga perubahan pada salah satu virus penyebab kematian terbesar di Tanah Air itu bisa diketahui.
Yohan mengatakan, meski kasus dengue banyak terjadi di Indonesia, risetnya masih minim. “Kita belum punya data lengkap. Kasus dengue di Indonesia Timur dan Kalimantan, data masih sedkit,” katanya.
Surveillance, kata Yohan, penting untuk pengembangan sistem peringatan dini terhadap penyakit.
“Kita bisa tahu jenis yang sedang berkembang dan bahkan bisa memprediksi epidemi,” ungkap Yohan. Negara-negara Amerika Latin yang juga berada di wilayah tropis sudah melakukannya.
sumber: kompas.com