TOTABUAN.CO MANADO—Empat anggota komisi pemilihan umum daerah (KPUD) Bolmong Timur (Boltim) mulai menjalani sidang kode etik digelar oleh Dewan KehormatanPenyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia (RI), yang bertempat di kantor sekretariat KPU Sulawesi Utara (Sulut) Kamis (5/3/2015) .
Sidang yang dipimpin Saud H Sirait didampingi dua pemeriksa daerah yakni Tommy Sumakul dari unsur tokoh masyarkat dan akademis serta Samsurizal Musa anggota Bawaslu Sulut. Para teradu yakni Hendra Damopolii sebagai ketua KPU Boltim dan tiga anggota lainnya Ronald Limbanon, Abdul Kader Bachmid dan Devita Pandey, dengan nomor perkara 007/DKPP-PKE/IV/2015.
Hadir dalam sidang lima anggota KPU Sulut sebagai pengadu, Bawaslu Sulut dan dua mantan anggota Panwaslu Boltim, Billy Kawuwung dan Marie Ervina Damopolii sebagai pihak terkait. Sidang kode etik ini sebagai bentuk tindak lanjut KPU Sulut atas kajian dan rekomendasi Bawaslu Sulut yang telah menyatakan bahwa empat Komisioner KPU Boltim ini diduga melanggar kode etik dengan meloloskan dua Caleg yang pernah dipidana dalam kasus meterai palsu oleh Pengadilan Negeri (PN) Kotamobagu dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara dan telah berkekuatan hukum tetap.
Ada beberapa hal yang terungkap pada persidangan itu. Yakni, diantaranya bahwa KPU Boltim telah berkonsultasi ke KPU Sulut dan KPU RI jauh sebelum pelantikan. Namun, saran dan anjuran dari KPU Sulut dan KPU RI untuk mengganti Sofyan Alhabsy dan Jemi Elister Tine dengan dalih keduanya dinilai tak memenuhi syarat untuk dilantik sebagai anggota DPRD, tak di gubris oleh KPU Boltim.
Namun dari lima Komisioner KPU Boltim, hanya Awaludin Umbola yang memilih sikap berbeda sisahnya tetap memaksakan dua caleg tersebut untuk dilantik. Dalam persidangan, Ketua Bawaslu Sulut Herwin Malonda sempat geram dengan tindakan KPU Boltim yang mengabaikan kewenangan sesama penyelenggara terutama surat himbauan yang dilayangkan oleh Panwaslu Boltim sebelum pelantikan. Bahwa kedua Caleg tersebut telah gugur syarat.
“Hasil kajian kami bahwa KPU Boltim ini tidak menghargai sesama penyelenggara terutama Panwaslu Boltim, ” ungkap Herwin dalam sidang.
Namun Hendra Damopolii sendiri menyatakan bahwa saat berkonsultasi ke PN Kotamobagu, dia tak mendapat jawaban bahwa pasal yang didakwakan dalam putusan memiliki ancaman diatas lima tahun. “Kami tidak mau menafsir sebab itu bukan ranah kami,” kata Hendra memberi alasan.
Namun menurut Saud H Sirait pasal dakwaan telah jelas menyatakan bahwa ancaman mereka tujuh tahun. KPU sendiri menurut Saud, harusnya hanya mengkonfirmasi kebenaran amar putusan terhadap Sofyan dan Jemi. “Tanya apakah produk hukum ini (amar putusan) benar atau palsu,” ucap Saud
Anggota Bawaslu Sulut Samsurizal Musa sempat mengaku menegur Ketua KPU Boltim. Itu dikarenakan kerap memberi jawaban atas pertanyaan mereka dengan berbelit-belit.
“Ketua KPU, anda tak perlu berargumentasi bertele-tele,” tegur Samsurizal.
Diketahui putusan atas sidang kode etik ini akan diplenokan di DKPP RI di Jakarta dan belum ada kepastian kapan putusan tersebut akan diberitahukan ke masyarakat.(wan)