TOTABUAN.CO – Telinga merupakan salah satu panca indera yang memegang peran penting untuk perkembangan kognitif seseorang. Jika pendengaran seseorang terganggu sejak bayi, masalah terbesar adalah kesulitan berbicara di kemudian hari.
Kesulitan bicara dapat mengganggu komunikasi sosial, tak dapat mengikuti pendidikan formal di sekolah umum, bahkan kesulitan mendapat pekerjaan. Namun, jika ditangani sejak dini, anak-anak tetap bisa berbicara dengan baik.
Sayangnya, banyak orangtua yang tak sadar anaknya mengalami gangguan pendengaran sejak lahir atau bayi.
“Sekarang ini masih saya dapati anak yang sudah 2 tahun ternyata alami gangguan pendengaran. Ibunya bilang kalau anaknya sudah 2 tahun, kok enggak bisa ngomong. Jadi, kepekaan anak terhadap suara sering tidak dipahami. Ketahuannya sering kali kalau anak mulai besar tapi belum bisa ngomong,” terang dokter spesialis THT, Siti Faisa Abiratno di Cochlear Training and Experience Centre (CTEC), Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (14/2/2015).
Siti menjelaskan, pendengaran bayi sebenarnya sudah berfungsi sejak kandungan ibu menginjak usia 27 minggu. Itu sebabnya ibu perlu mengajak bicara bayi saat masih dalam kandungan. Bayi yang mengalami gangguan pendengaran pun bisa terjadi sejak dalam kandungan, misalnya karena ibu terkena virus TORCH (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes).
Untuk mengetahui pasti apakah bayi mengalami gangguan pendengaran, bisa dilakukan dengan pemeriksaan OAE (otoacoustic emission) di rumah sakit. Bisa juga mengetes pendengaran bayi dengan suara-suara.
“Beberapa rumah sakit sudah banyak melakukan screening untuk pendengaran, termasuk untuk bayi yang lahir dengan normal karena dampak gangguan pendengaran cukup besar dalam perkembangan bicara anak,” kata Siti.
Jika diketahui mengalami gangguan pendengaran, seperti tidak berfungsinya rumah siput, maka alat bantu dengar bisa dipasangkan pada bayi.
sumber: kompas.com