TOTABUAN.CO – Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menyatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bukanlah sesuatu yang mudah diprediksi lebih awal.
Demikian dikatakan Bambang, dalam Seminar bertajuk Tantangan dan Peluang Perekonomian Indonesia dalam MEA 2015, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (30/1/2015) malam.
Seperti diketahui, saat ini nilai tukar rupiah sedang berada dalam tren terendah. Menurutnya hal ini disebabkan oleh adanya defisit transaksi berjalan atau current account defisit yang besar pada kisaran tiga persen. Untuk itu, pemerintah sedang berupaya agar CAD bisa dikurangi di level dua persen.
Dirinya menyebutkan, nilai tukar saat ini berada dalam tren yang diprediksi dalam range. Menurutnya, saat ini Indonesia hidup di era baru, di mana tidak lagi menggandalkan adanya quantitative easing atau pelonggaran stimulus, tapi lebih karena dipengaruhi oleh harga komoditas.
Oleh karena itu, dirinya berusaha realistis untuk menetapkan perkiraan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dirinya menyebut dalam lima tahun ke depan nilai tukar berada pada kisaran Rp11.000 hingga Rp12.000 per dolar AS.
“Itu angka yang paling tepat. Kenapa? Angka tersebut menggambarkan fundamental ekonomi Indonesia,” kata Bambang.
Lebih lanjut, dia menambahkan nilai tukar yang terlalu kuat ternyata tak sehat untuk ekspor, terutama untuk industri manufaktur.
“Australia dan Jepang berusaha melemahkan mata uangnya agar ekspornya tinggi,” tukasnya.
sumber: metrotvnews.com