TOTABUAN.CO — Pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta Ansy Lema menganjurkan kepada Koalisi Merah Putih (KMP) untuk mentransformasikan perannya.
Ansy menilai selama ini KMP cenderung menjadi penghambat jalannya pemerintahan.
“Selama ini KMP lebih berperan sebagai kekuatan penghambat, bukannya kelompok penekan atau kekuatan penyeimbang,” ujar Ansy di Jakarta, Selasa (6/1)
Semua yang berasal dari pemerintahan Jokowi-JK, lanjutnya, cenderung dihambat KMP. Ini jelas tidak sehat bagi pembangunan demokrasi. Jika KMP terus menjalankan gaya politik menghambat, bukannya mendulang simpati, rakyat justru makin antipati terhadapnya.
“Untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadapnya, KMP harus mampu mentransformasi perannya dari koalisi penghambat menjadi koalisi penyeimbang pemerintah,” tandasnya.
Dia juga menyatakan bahwa masa depan KMP sepenuhnya ditentukan oleh KMP sendiri, apakah sungguh memerjuangkan kepentingan negara atau semata menjadi alat politik demi melayani kepentingan elite-oligarkis.
“Idealnya, KMP hadir sebagai kekuatan penyeimbang pemerintah yang memainkan peran kritis-konstruktif-solutif. Jika kebijakan Jokowi-JK salah arah, KMP wajib mengritisi. Sebaliknya, KMP harus mendukung jika kebijakan Jokowi-JK on the right track,” sarannya.
Dukungan atau penolakan KMP, tegasnya, tidak bisa membabi-buta atau semata karena alasanlike-dislike, apalagi sekedar balas dendam politik, melainkan mesti atas dasar logika dan etika, bahkan estetika, mengingat politik adalah juga seni.
“Politik akal sehat harus dimuliakan,” katanya.
Dia mengakui keberadaan KMP sebagai kekuatan penyeimbang sangat diperlukan. Menurutnya, demokrasi yang sehat tak hanya membutuhkan adanya koalisi pemerintah, tapi juga koalisi penyeimbang. Prinsipnya, demokrasi butuh proses checks and balances dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.
“Demi sehatnya demokrasi Indonesia, pemerintahan Jokowi-JK jelas butuh KMP. Namun, KMP yang hadir sebagai kekuatan penyeimbang,” pungkasnya.
sumber : beritasatu.com