TOTABUAN.CO — Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah membuat kebijakan tidak populer, pelarangan motor melalui Jalan MH Thamrin hingga Jalan Medan Merdeka Barat.
Larangan ini ditujukan untuk mengurangi kecelakaan kendaraan roda dua. Harapannya warga Jakarta akan menggunakan transportasi umum.
Pelarangan motor ini dimulai semenjak 17 Desember tahun lalu. Sebagai kompensasi aturan ini, warga Jakarta mendapatkan moda transportasi umum, bus, secara gratis. Namun tetap saja respons warga lemah. Bahkan beberapa kali aksi dilakukan oleh tukang ojek di depan Balai Kota DKI Jakarta untuk menolak pelarangan motor.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak peduli kritik dan demo yang datang menolak aturan tersebut. Sebab dia telah menentukan akan diadakan evaluasi setelah penerapan selama 30 hari. Sehingga diketahui kurang lebihnya aturan yang baru pertama kali diterapkan di Indonesia ini.
“Ya kan rencananya 30 hari, ini baru 3 hari kurang 0. Kalau sudah 30 haru baru kami ngomong lagi,” ungkapnya di Balai Kota DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Tetapi belum sempat memasuki hari ke-30, Ahok kembali menyampaikan rencana pelarangan motor melalui jalan protokol. Tujuannya tidak lain adalah mengatasi kemacetan. Namun aturan ini baru dapat direalisasikan setelah bus gratis tersedia.
“Kita akan perluas sampai Semanggi, mungkin sampai ke seluruh Sudirman atau Ratu plaza. Tunggu busnya cukup. Ada undang-undangnya kok,” terang mantan Bupati Belitung Timur ini.
Namun adanya bus sendiri tidak berjalan dengan maksimal. Sebab warga lebih banyak memilih memutar dan melalui jalan tikus untuk mencapai tujuannya. Polda Metro Jaya menilai penyediaan bus gratis di sepanjang jalur Merdeka Barat-Bundaran HI tak digunakan secara maksimal oleh para pengendara motor.
Kasubdit Keamanan dan keselamatan Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Irvan Prawira mengatakan, bus gratis tersebut hanya dipakai oleh wisatawan. “Nampaknya belum ada perpindahan dari pengendara motor ke bus itu. Jadi yang naik bus itu masih orang-orang yang mau wisata,” kata Irvan di Mapolda Metro Jaya.
Menurut Irvan, pada hari pertama penerapan pelarangan sepeda motor, para pengendara masih mencari-cari jalan alternatif. “Hari pertama pengendara motor masih wait and see, artinya memungkinkan enggak sih lewat jalan alternatif. karena terus terang, pembatasan ini masih mudah ya karena panjang jalur yang dilarang hanya 2,7 km. Kemudian di sepanjang jalur itu juga banyak jalan belakang,” ungkapnya.
Selain itu, dia menambahkan, biaya parkir yang dibebankan kepada pengendara menjadi penyebab para pengendara motor mencari jalur alternatif.
“Jadi sepertinya belum ada perpindahan dari pengendara motor ke bus atau parkir yang disediakan. Mungkin tidak make sense bagi mereka untuk bayar parkir dan meninggalkan motor berjam-jam, lalu harus menggunakan bus tiap hari,” jelasnya.
Ditlantas Polda menyetujui program pelarangan sepeda motor yang diterapkan oleh Pemerintah provinsi DKI Jakarta, dan mendorong pemerintah untuk mempersiapkan transportasi yang lebih baik.
“Ke depannya Ditlantas menyetujui program ini juga sebagai bagian untuk mendorong pemerintah siapkan transportasi yang baik. Kita tak pernah setengah hati mendukung,” pungkasnya.
sumber : merdeka.com