TOTABUAN.CO — Sehari sebelum hari raya Galungan, Selasa (16/12) umat Hindu di Bali sejak pagi subuh sudah sibuk di dapur. Hampir di setiap rumah terdengar suara seperti kentongan bertalu-talu.
Hari ini umat Hindu di Bali membuat masakan khas Bali. “Galungan saat penampahan kalau tidak ada acara lawar, rasanya tidak lengkap,” Kata Bagus Irawan, salah seorang warga di Kabupaten Singaraja di Bali.
Maklumlah setiap enam bulan sekali mereka berkumpul bersama para keluarga. Jadi momen membuat masakan lawar sebagai wadah mereka kumpul masak dan saling bercerita tentang apa saja. Kata Irawan, membuat lawar tidak harus dari daging Babi. Namun setiap Galungan sudah identik masak daging babi.
“Masakan lawar bisa dari bebek, ayam atau juga Kebo. Tidak harus dari daging babi, tapi sudah umum yang namanya hari raya Galungan kita masak daging Babi,” Akunya.
Lawar yang dibuat kali ini, ada banyak jenis. Namun keluarga Irawan membuat lawar Nyuh (kelapa). Masakan lawar ada banyak jenis, selain daging bahan pendampingnya beda-beda. Ada dengan campur kelapa, ada dengan kacang ada juga dengan buah nangka muda.
Menariknya, mengadon lawar ini harus dikerjakan bersama-sama. Karenanya tradisi ngelawar adalah simbolis kebersamaan dan gotong royong. Ada yang bagian mencingcang bumbu, ada yang mencingcang kelapa parut ada juga yang mencingcang daging dan kulit babi.
Tentu, pada hari penampahan ini dari laki-laki dan perempuan serta anak-anak dan orang tua kumpul bersama untuk memasak.
“Inilah intinya dari budaya membuat masakan lawar. Semua bekerja, tidak ada anak-anak yang bermain. Ada saja yang bisa dikerjakan,” lanjutnya, Selasa pagi (16/12).
Bagaimana mengolahnya? Karena yang dibuat adalah lawar ‘getih’ (darah), maka masakan lawar serba merah. Kelapa yang diparut dicincang dengan daging babi yang direbus bersama dengan kulit babi yang matang. Setelah menyatu baru diaduk dengan sedikit darah dan dimasukkan semua jenis bumbu olahan atau yang sering disebut base megenep (bumbu lengkap).
Ada lagi yang dibuat dengan nama lawar komoh (darah cair). Untuk jenis ini jarang sekali yang menyukainya karena geli (jijik). Bagaimana tidak, lawar ini hanya berisi hati diiris kecil-kecil dituangkan semangkok darah segar yang sudah dicampur bumbu matang (digoreng).
“Lawar komoh atau darah cair ini menjijikkan tapi nikmatnya kalau kita mencoba. Makanya untuk lawar jenis ini dibuat sedikit, dan harus habis karena kalau disimpan akan bau amis dan rusak,” akunya.
sumber : merdeka.com