TOTABUAN.CO — Pembukaan tirai papan nama bertuliskan ‘Lokalisasi PSK Girun Gondanglegi Ditutup Total’ menjadi simbol penutupan tujuh lokalisasi di Kabupaten Malang. Namun, selama acara sudah tidak nampak lagi para PSK di lokasi. Mereka sudah pergi sebelum acara seremonial penutupan.
“Kita hormati mereka, bisa saja mereka malu atau apa, karena kan banyak wartawan. Tapi kalau mucikari-mucikarinya banyak tadi kan. Itu tadi, kita hormati mereka,” kata Bupati Malang, Rendra Kresna di Lokalisasi Girun, Malang, Senin (24/11).
Tujuh lokalisasi yang beroperasi di wilayah Kabupaten Malang, terhitung Senin, 24 November 2014 ditutup. Ketujuh lokalisasi itu meliputi lokalisasi Suko (Kecamatan Sumberpucung), Slorok (Kromengan), Kebobang (Wonosari), Girun (Gondanglegi), Kalikudu (Pujon), Embong Miring (Ngantang) dan Pulau Bidadari (Sumbermanjing Wetan). Total ada 308 PSK penghuni panti dan 90 mucikari yang harus meninggalkan tempat.
Dinas Sosial telah mengajukan anggaran ke Kementerian Sosial dana kompensasi untuk para PSK dan Mucikari. Mereka telah divalidasi oleh tim dari Jakarta. Masing-masing diusulkan akan mendapatkan Rp 5 juta.
“Sebenarnya bukan kompensasi, tapi tali asih untuk mereka agar bisa membuka usaha yang lain. Nanti kalau sudah cair, dananya akan kita kirimkan, kan kita sudah ada data-datanya,” tegasnya.
Setelah dilakukan penutupan, Dinsos Kabupaten Malang akan melakukan pendampingan selama tiga bulan, termasuk pengawasan agar mereka tidak kembali beroperasi. Jika tetap nekat, aparat keamanan akan bertindak sesuai ketentuan.
Para PSK sebenarnya menunggu-nunggu tentang adanya kompensasi setelah dilakukan pembinaan, di antaranya pelatihan membuat keripik dan kue. Namun sampai hari H belum juga ada kabar, sehingga mereka memilih meninggalkan lokalisasi.
“Keberadaan mereka entah di mana sekarang, sudah kosong. Karena kita diminta camat untuk mengosongkan lokasi sebelum hari ditutup,” kata Sekartadji Nugroho, tokoh masyarakat setempat.
Informasi yang dihimpun Merdeka.com di lapangan, sempat terjadi perlawanan dari PSK di Kalikudu, Pujon. Mereka menolak dipulangkan, dan menyobek-nyobek sertifikat pelatihan. Sambil menutup muka dengan jilbab yang dikenakan, para PSK protes atas penutupan tersebut.
Sementara untuk alih fungsi lokalisasi agar benar-benar bisa terlihat tidak lagi sebagai tempat prostitusi, Rendra akan memfasilitasi keinginan masyarakat setempat. Karena lokalisasi Girun dan Suko berdiri di tanah PT KAI (Kereta Api Indonesia) dan kas desa maka akan didiskusikan dulu dengan yang berwenang. Sedangkan untuk tempat-tempat yang lain, karena milik pribadi otomatis diserahkan kepada pemiliknya.
“Cuma tidak lantas untuk kegiatan yang masih berbau prostitusi. Seperti di Suko ada yang berkeinginan untuk tempat karaoke. Katanya sudah ada 20 yang berencana di sana. Saya kurang sreg, karena ujung-ujungnya balik nanti menjadi tempat seperti semula,” kata Rendra.
sumber : merdeka.com