TOTABUAN.CO — Presiden Jokowi berkali-kali menyatakan akan melakukan revolusi mental dalam pemerintahannya. Namun revolusi tersebut dinilai tidak bisa terwujud bila hanya dilakukan oleh para birokrat saja.
“Apakah bisa birokrasi direvolusi mental? Harusnya dibalik, bisa nggak masyarakat direvolusi mental juga. Tidak mungkin sendiri, semua saling berkait,” kata Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana di Jakarta, Sabtu (22/11/2014).
Dia menilai, Presiden Jokowi juga perlu merevolusi masyarakatnya. Danang mencontohkan lewat pengkajian Ombudsman soal pelayanan publik di Kantor Urusan Agama atau KUA. Seringkali, kata dia, yang melakukan modus pungli bukanlah birokrat, melainkan masyarakatnya.
“KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan Ombudsman launching indeks integritas, ada yang di bawah standar nasional. Kementerian Agama di unit pernikahan. Misal di KUA apakah benar perilaku pungli itu dilakukan sendiri oleh petugas KUA?” ucap dia.
“Kan masyarakat juga beri sesuatu, yang nikah pelaku pungli juga. Pungli itu sama dengan perilaku korupsi ya koruptor karena mereka beri suap pada petugas KUA,” imbuh Danang.
Dia menuturkan, sebenarnya semangat revolusi mental sudah dimulai sejak 2009 lalu, bersamaan dengan lahirnya UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Namun, kata dia, selama 6 tahun belakangan, implementasinya masih rendah.
“UU sudah mengamanatkan reformasi birokrasi. UU 25 Tahun 2009 soal Pelayanan Publik, sudah 6 tahun jalan, implementasi pusat dan daerah masih di bawah 20 persen. Mekanisme pengawasan masih rendah,” papar dia.
“Dulu Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Ombudsman dikira bisa mengawasi, tapi tetap tak bisa kalau teguran tak didengar juga. Artinya kita harus concern dan khawatir seberapa tinggi kabinet kemarin dan dipertanyakan pada kabinet saat ini,” jelas Danang.
Mental Instan
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Sohibul Iman ikut menimpali. Menurut dia, mental masyarakat yang gemar dengan hal-hal instan juga harus direvolusi pula. Ini demi mewujudkan misi revolusi mental Jokowi.
“Mental masyarakat kita ini instant atau by pass. Saya saksikan sendiri, saya buat paspor hijau di luar dinas. Saya pakai jalur normal, saya datang 3 kali dimungkinkan. Tapi ada petugas yang tawarin 1 kali datang. Kalau saya turuti ya saya tabrak UU 25 Tahun 2009 itu sendiri. Istri dan anak saya juga saya larang, harus bisa jalan prosedural,” ujar dia.
Politisi PKS ini menyampaikan pula, Presiden Jokowi yang pertama menyuarakan revolusi mental perlu menjadi contoh nyata bagi birokrat dan masyarakat. Jangan sampai Jokowi menelan ludahnya sendiri.
“Presiden harus jadi orang yang tegas. Dia tegas pada menteri, menteri tegas pada dirjen, dan seterusnya ke bawah,” ucap dia.
“Di luar masalah UU, memang yang perlu diubah itu mental birokrat kita. Masih mental feodal, mental di mana menjadi birokrat itu jadi orang istimewa lebih dari masyarakat. Saya saksikan banyak birokrat yang sudah menyadari,” tandas Sohibul.
sumber : liputan6.com